Febrian Ceritakan Kisah di Balik Buku "Tuan Guru Bajang dan Covid-19"

Menjelang penutupan di momen bersejarah tersebut, Tuan Guru Bajang merilis buku berjudul "Tuan Guru Bajang dan Covid-19".

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Lalu Helmi
Dok.NWDI
Ketua Umum PB NWDI TGB HM Zainul Majdi meluncurkan buku 'Tuan Guru Bajang dan Covid-19' yang ditulis Febrian Putra, saat penutupan Muktamar NWDI, Minggu 30 Januari 2022. 

Laporan Wartawan TribunLombok, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Muktamar pertama Nahdatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) di Ponpes Darunnahdatain Pancor. Lombok Timur telah ditutup pada Minggu malam, (30/1/2022).

Dalam muktamar tersebut, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi didapuk kembali menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NWDI masa khidmat 2022-2027.

Menjelang penutupan di momen bersejarah tersebut, Tuan Guru Bajang merilis buku berjudul "Tuan Guru Bajang dan Covid-19".

Baca juga: Tutup Muktamar Ke-1 NWDI, TGB Luncurkan Buku Tentang Pandemi Covid-19

Baca juga: Pesan TGH Yusuf Makmun, Rais Aam Dewan Mustasyar PB NWDI 2022-2027: Harus Taat Imam

Buku tersebut merupakan karya Muhammad Syaiful Islam Febriantara Putra atau yang kerap disapa Febrian.

Febrian berkenan membagikan kisah di balik hadirnya buku keduanya yang berkaitan dengan Tuan Guru Bajang.

Buku tersebut hadir guna menjawab kegelisahan Febrian.

Terutama berkaitan dengan apa yang ia lihat di ruang publik selama pandemi covid-19.

Febrian menyorot soal ramainya narasi agama di ruang publik.

Wabil khusus yang melihat hanya dari satu perspektif terkait covid-19.

Narasi yang menyudutkan pemerintah.

"Buku ini memberikan fokus terkait pandangan keagamaan TGB tentang pandemi covid-19," kata Febrian pada Senin, (31/1/2022).

Febrian menyebut, TGB memiliki kapasitas untuk berbicara tentang covid-19.

Terutama dalam konteks kapasitasnya sebagai ulama sekaligus Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia.

Pandangan TGB, kata Febrian, secara keilmuan sumbernya valid.  

Pandangan Tuan Guru Bajang Ihwal Covid-19

Dalam buku karangannya, Febrian menjelaskan secara rigit terkait perdebatan di ruang publik ihwal covid-19.

Febrian, mengelaborasi pendapat TGB terkait perdebatan yang muncul tersebut.

"Saya mungkin sedikit ceritakan bahwa buku ini berisi tentang pandangan TGB terkait dengan Covid-19. Jadi kemarin itu waktu awal-awal Covid-19 banyak sekali pendapat di ruang publik yang berbeda," tandas pria yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras itu.  

Salah satu persoalan yang diangkat Febrian yakni soal anjuran tidak melaksanakan salat di masjid saat pandemi.

Narasi tersebut muncul sebagai ikhtiar menekan penyebaran pandemi covid-19.

Kemudian bersamaan dengan itu, kata Febrian, muncul narasi yang mengatakan bahwa "salat di rumah itu hanya bagi perempuan, laki-laki salatnya di masjid."

Kemudian TGB menyampaikan bahwa keutamaan dalam menghadapi pandemi itu 'hifzun nafs',  

"Bagaimana kita melindungi jiwa, ini berkaitan dengan maqasid syariah," ujar Febrian.  

Ia mengambil contoh di Yaman, Arab Saudi, hampir semua negara timur tengah memberlakukan hal yang sama.

Menganjurkan pelaksanaan salat di rumah.

Waktu itu, kata Febrian, hampir empat bulan kita tidak melaksanakan salat jumat berjamaah, diganti dengan salat zuhur.

Muncul pandangan-pandangan yang mengatakan harus salat di masjid, tidak boleh salat di rumah.

Lagi-lagi, ujar Febrian, TGB memberi pandangan bahwa di maqasid syariah yang utama adalah melindungi jiwa.

Hal ini juga berkaitan dengan pertentangan antara beroperasinya pusat perbelanjaan sedangkan tidak bagi tempat ibadah.

Itu juga memantik keributan.

"TGB menjelaskan bahwa hal ini kembali berkaitan dengan maqasid syariah, yakni hifzul mal (melindungi harta)," sebut Febrian.

Kalau kita tidak bisa salat di masjid, kata Febrian, kita masih bisa salat di rumah.

Berbeda ketika orang tidak berniaga maka dari mana mereka harus makan.

Hal inilah yang juga dijelaskan oleh Tuan Guru Bajang.

Pendapat TGB yang juga diejawantahkan buku karya Febrian ini adalah soal riuh rendah perdebatan vaksin.

TGB, kata Febrian berpendapat ihwal pentingnya menyampaikan sesuatu secara proporsional.

"Kalau ulama menyampaikan dari kajian agama, dokter menyampaikan dari kajian medis," kata Febrian menukil pendapat Tuan Guru Bajang.

Pandangan lain yakni soal pelaksanaan ibadah haji di tengah pandemi.

Publik mempertanyakan mengapa pelaksanaan ibadah haji tidak diperbolehkan.

"Publik kan menyebut kalau orang tidak berhaji, maka dunia akan terhenti, akan kiamat," beber Febrian.

Pendapat TGB, dalam buku saya kata Febrian, telah sangat jelas menjawabnya.

Hal lain yang diangkat juga terkait dengan penolakan jenazah penyintas covid-19.

"TGB memberi pandangan bahwa kehormatan jenazah itu sama dengan kehormatan manusia yang masih hidup," ucap Febrian.

Febrian menyebutkan bahwa buku tersebut lahir dari kajiannya selama sekitar dua tahun.

"Buku ini saya bagi berdasarkan pernyataan-penyataan eksplisit beliau (TGB, red) di ruang publik, diskusi-diskusi virtual selama pandemi hampir dua tahun," katanya.

Yang terpenting, ucap Febrian, TGB tidak hanya sekadar menyampaikan anjuran lisan, melainkan mempraktikkannya melalui tindakan.

Buku "Tuan Guru Bajang dan Covid-19" Jadi Suluh Dalam Kelam

Dalam bukunya, Febrian secara eksplisit menyebutkan bahwa dunia telah mengalami pandemi yang sama.

Yakni flu Spanyol.

Terjadi hampir 100 tahun yang lalu.

Waktu itu, kata Febrian banyak diulas adalah soal kebiasaan atau aktivitas sosial masyarakat.

Hal itu bertolak belakang dengan apa yang terjadi saat pandemi covid-19.

"Waktu itu, tidak ada ribut-ribut seperti hari ini, apalagi yang menyeret/membawa jargon agama," ujarnya.

Febrian menyorot soal tingginya keinginan setiap orang memberi komentar soal pandemi covid-19.

Terutama dari perspektif agama.

Padahal, kata Febrian, dasar pandangan keagamaan yang disampaikan tersebut tidak sepenuhnya benar.

"Buku ini berisi pandangan-pandangan yang memantik kericuhan, membenturkan antara agama dengan kehidupan kemasyarakatan," ujarnya.

Febrian berharap agar buku yang ditulisnya menjadi acuan/panduan terkait cara mengambil hukum agama dalam pengambilan keputusan.

Tidak bisa kita, kata Febrian menyampaikan kepada publik berdasarkan subjektivitas, apalagi berkaitan dengan agama.

"Ini yang sering disampaikan TGB, bahwa kita menyampaikan sesuatu dengan cara agama berkaitan dengan sumbernya, dari guru," beber pria kelahiran Kota Mataram itu.

Buku ini, sebut Febrian, ia niatkan menjadi kontra narasi terhadap orang-orang yang membungkus informasi tidak benar, dengan agama.

Padahal setelah dicek, ujar Febrian, si pembicara tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kuat.

"Melalui buku ini saya ingin masyarakat agar selalu berhati-hati, mawas diri terhadap setiap informasi. Jika orang yang berbicara mempunya kompetensi dan latar belakang yang jelas, maka informasi yang dibawanya tentu dapat dipertanggungjawabkan," tegasnya.

"Keinginan saya, dengan hadirnya buku ini dapat menghadirkan hal-hal yang positif, mengajak kepada kebaikan, dipenuhi dengan kemengertian untuk bisa menghapus dengung di ruang publik," sambungnya.

Febrian menyampaikan bahwa TGB memberi lampu hijau terkait buku yang ditulisnya.

Selagi itu, kata Febrian, masih dalam konteks berkhidmat pada umat.

"Prinsipnya, sepanjang membawa manfaat, beliau (Tuan Guru Bajang) memberikan dukungan penuh.Karena sebelumnya saya juga sudah menulis buku beliau tentang Dakwah Nusantara," ujar Febrian.

Senada dengan penulisnya, Tuan Guru Bajang saat peluncuran buku tersebut menyebutkan bahwa kehadiran buku karya Febrian memiliki urgensi yang jelas.

Seorang ulama, kata Ketum PB NWDI, harus mampu hadir menjawab persoalan di tengah umat.

“Di dalamnya ada bagaimana memandang Covid-19 dari sudut pandang sebagai seorang muslim. Seperti apa Islam membekali kita dengan nilai-nilai,” kata Tuan Guru Bajang.

Hal-hal yang tertulis dalam buku, kata TGB mencerminkan nilai-nilai yang membesarkan NWDI dan jamaahnya.

“Nilai yang membentuk jati diri serta karakter sebagai seorang mukmin, muslim, dan di saat yang sama sebagai kader NWDI,” kata Gubernur NTB (2008 – 2018) itu.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved