Sejarah Tambora
Adnawijaya, Chatib, Rukman dan Hamim, 4 Orang Pertama Indonesia Injak Dasar Kaldera Gunung Tambora
Letusan Tambora dianggap paling spektakuler di muka bumi, sesudah letusan katastrofik purba Gunung Toba di Sumatera Utara.
Penulis: krisnasumarga | Editor: krisnasumarga
Dalam laporan cukup rinci ini, yang menulis secara kronologis dan mendetil urutan eksepedisi berikut kesukaran-kesukaran yang dihadapi, dilampirkan banyak foto perjalanan lapangan.
Foto-foto cetakan hitam putih itu ditempelkan secara urut disertai keterangan di masing-masing foto. Kondisi foto yang berukuran kecil-kecil cetakan 1951 itu masih sangat baik.
Di antaranya memperlihatkan kuartet pegawai Djawatan Pertambangan itu di berbagai lokasi, termasuk di dasar kaldera raksasa yang diameternya sekira 7 kilometer itu.
Ekspedisi Tambora oleh empat petugas Djawatan Pertambangan RI sempat mengalami kegagalan dari rencana awal.
Penyebabnya, mereka ketinggalan kapal laut yang berlayar ke Pulau Sumbawa. Semula, ekspedisi akan dilaksanakan mulai 17 Maret 1951, berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam buku laporan itu ada tertulis demikian, “Setelah tiba saatnja, semua tepat mendjalankan rentjana. Akan tetapi, tg 16 Maret 1951 djam 22.00 ketika datang di Penginapan Sukahati Djakarta saja tertjengang,” tulis Adnawijaya.
Ternyata kapal laut yang hendak mereka tumpangi, sudah berangkat dari Priok ke Sumbawa pada 13 Maret 1951, atau tiga hari sebelumnya.
Ini halangan pertama yang dihadapi para petugas, di tengah masih minimnya alat komunikasi jarak jauh. Akhirnya Adnawijaya dan semua anggota tim berikut peralatannya kembali ke Bandung.
Dinas Gunung Berapi (DGB) yang kala itu dipimpin Drs GA de Neve, kelabakan. De Neve yang kala itu berada di Gunung Lokon, Sulawesi Utara terkejut karena semua rencana sudah dipersiapkan matang.
Termasuk koordinasi dengan pemerintah setempat di Sumbawa. Akhirnya misi ditunda dan baru dilanjutkan bulan berikutnya.

Pada 10 April 1951, Adnawijaya, Chatib, Rukman dan Hamim berangkat menumpang kapal laut De Eerens dari Tanjung Priok menuju Pulau Sumbawa.
Kapal singgah di Tanjung Perak Surabaya, dan baru tiba di Labuhan Badas Sumbawa pada 16 April 1951. Di pelabuhan ini hanya Andawijaya dan Chatib yang turun.
Hamim dan Rukman melanjutkan pelayaran ke Bima, karena barang bawaan dan peralatan diturunkan di kota ini.
Butuh waktu empat hari hingga tim berkumpul lagi di Sumbawa, dan melanjutkan perjalanan ke Labuhan Kananga menggunakan perahu jukung layar.
Sebelumnya mereka singgah di Pulau Moyo, dan baru 22 April tiba di Labuhan Kananga. Dari titik inilah perjalanan mendaki Tambora akan dimulai.
Tim disambut Camat Sanggar, Djeneli, kepala kampung dan para tetua serta para pekerja yang ditugaskan membantu ekspedisi ini ini ke puncak Tambora.
Para penyelidik gunung berapi dari Bandung ini kemudian bermalam di Perkebunan Kopi Tambora. Perjalanan menuju puncak akhirnya dimulai hari berikutnya, 23 April 1951.(Tribunlombok.com/Setya Krisna Sumarga)