Pasar Tradisional di Kota Bima Hanya Jual Satu Merek Minyak Goreng, Harga Masih Meroket
Pedagang di pasar tradisional Kota Bima, hanya menjual satu merek minyak goreng saja dam harganya masih terpantau tinggi
Penulis: Atina | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Pedagang di pasar tradisional Kota Bima, hanya menjual satu merek minyak goreng saja.
Harganya pun, masih sangat mahal.
Pantauan TribunLombok.com di pasar tradisional Amahami Kota Bima, Rabu (26/1/2022) pagi terlihat lapak-lapak sembako memajang minyak goreng.
Tapi hanya ada satu merek saja, Bimoli. Sedangkan merek lainnya, seperti Fortune, Filma dan lainnya tidak terlihat.
Baca juga: Stok Minyak Goreng Kosong di Bima, Alfa Sebut Akibat Diserbu Warga
Seorang pedagang minyak goreng, Sarifah yang ditemui TribunLombok.com mengakui, tidak menjual merek lain.
"Hanya itu yang saya jual. Merek itu saja juga yang dicari, walaupun merek lain sudah turun harganya, " aku Sarifah.
Untuk minyak goreng yang dijualnya, satu liter dibandrol dengan harga Rp 22 ribu.
Sedangkan untuk minyak goreng curah, dibandrol dengan harga Rp 30 ribu per satu botol air mineral besar.
Baca juga: Instruksi Presiden Tak Digubris, Harga Minyak Goreng di Kota Bima Masih Mahal
Sarifah mengaku, akan menurunkan harga minyak goreng jika harga pembelian di distributor sudah turun.
"Kita masih beli dengan harga yang mahal, ya jual juga dengan harga mahal, " tegasnya.
Selain minyak goreng, sembako lain yang harganya naik adalah gula. Dari Rp 13 ribu per kilogram, naik menjadi Rp 15 ribu.
Sedangkan telur yang harganya sempat naik, kini sudah turun. Pekan lalu, satu kerak telur dibandrol dengan harga Rp 60 ribu kini turun menjadi Rp 50 ribu.
Untuk cabai rawit dan cabai besar, juga mulai turun harganya. Pada akhir Desember 2021 hingga awal Januari 2022, harga rawit sempat meroket.
Penyebabnya, pasokan cabai dari Pulau Lombok ke Kota Bima sedikit. Pedagang di Bima, hanya mendapatkan sisa dari pengiriman cabai ke daerah lain.

Sedangkan cabai hasil petani Bima, justeru tidak terlalu dilirik karena kualitas. Kecuali, ada perbedaan harga yang signifikan di Pulau Lombok dan Bima.
"Sama dengan tomat. Kami pasok dari Lombok. Kalau di Bima, banyak air, cepat busuk. Jadi rugi kita jual. Makanya kita selalu pasok dari Lombok, " ungkap Nuri, pedagang lainnya.
Untuk beras, perlahan harganya juga mulai merangkak naik. Penyebabnya, belum adanya panen raya.
Satu kilo beras jenis medium, dijual dengan harga Rp 10 ribu per kilogram. Sedangkan yang premium, Rp 10.100 per kilogram.
Menurut Asmah, pedagang beras di pasar Amahami, panen biasanya terjadi pada Bulan April hingga Mei.
Selama itu, maka pasokan beras berkurang hingga memicu naiknya harga.
Baca juga: Warga Mataram Serbu Ritel Modern, Minyak Goreng Ludes Dalam Empat Jam
Meski demikian, selama ini tidak pernah terjadi kelangkaan stok beras.
Biasanya, Asmah memasok beras dari Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima. Beras di Kota Bima ada, tapi kualitasnya kurang baik.
"Kurang bagus berasnya. Jadi kita lebih memilih beras dari Sumbawa Besar. Kadang di Kabupaten Bima," pungkasnya.
(*)