KPK Dorong Pemkot Bima Masuk 10 Besar Nasional Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Korsup mengapresiasi capaian skor monitoring Center for Prevention Pemkot Bima

Dok. KPK
Direktur Korsup wilayah V KPK Budi Waluya, saat rapat evaluasi MCP secara daring, Selasa (19/10/2021). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) mengapresiasi capaian skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sebab dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.

KPK pun mendorong Pemkot Bima untuk meningkatkan skor MCP di tahun ini.

”Kami apresiasi capaian MCP Pemkot Bima yang terus menerus meningkat, bahkan tahun 2020 masuk dalam 5 besar rata-rata se-Provinsi NTB dengan skor 82,74 persen,” kata Direktur Korsup wilayah V KPK Budi Waluya, saat rapat evaluasi MCP secara daring, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: Atlet asal Bima Ungguli Peserta Triathlon 18 Negara di Ajang HK Endurance Challenge

Dia berharap komitmen wali kota dan jajaran agar capaian tahun ini melampaui tahun lalu.

Posisi per triwulan ke-3 tahun 2021 ini, Pemkot Bima berada di peringkat teratas untuk capaian MCP rata-rata se-Provinsi NTB, dengan skor 67,63 persen.

KPK berharap, skor MCP Pemkot Bima masuk ke-10 besar nasional.

Sehingga dapat diajukan Dana Insentif Daerah (DID).

Baca juga: Penyebab Kebakaran 63 Rumah di Bima, Polisi Sebut Sumber Api dari Sampah

DID sudah ada sejak tahun 2020.

Diberikan kepada daerah yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Wali Kota Bima Muhammad Lutfi mengharapkan, dengan adanya pengawasan dan monitoring dari KPK, Pemkot Bima dapat melaksanakan arahan dari KPK dengan baik.

Selain itu, Lutfi juga berharap KPK memberi masukan untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Yang kita butuhkan langkah-langkah meningkatkan PAD. PAD merupakan satu-satunya faktor sehingga pembangunan Kota Bima ini semakin meningkat,” katanya.

Selain itu, sektor kesehatan juga perlu kita intervensi.

Karena hampir seluruh masyarakat Kota Bima dibiayai BPJS-nya.

”Karena dengan begitu angka kemiskinan semakin menurun,” ujar Lutfi.

Ketika sakit, lanjut Lutfi, masyarakat banyak yang menjual aset miliknya untuk biaya berobat.

Namun, sejak BPJS dibiayai pemda perekonomian masyarakat membaik.

Itulah mengapa anggaran kesehatan pemda tinggi.

“Orang Bima kalau sakit bukan ke pelayanan kesehatan setempat tetapi ke Sanglah, Bali, Mataram. Makanya kita benahi, kita sediakan dokter-dokter spesialis dan rumah singgah untuk keluarga pasien yang menunggu,” katanya.

Biaya operasional rumah singgah juga tidak terlalu mahal.

Hanya Rp 150 juta per tahun.

Kesejahteraan tenaga kesehatan dari dana kapitasi yang diterima sebelumnya hanya sekitar Rp 8 miliar.

Namun setelah pemda membiayai BPJS, dana kapitasi mencapai Rp 18 miliar.

“Artinya kita semakin mampu membayar nakes baik di puskesmas maupun di rumah sakit,” katanya.

Selanjutnya, rumah sakit akan dibuatkan BLUD dan mulai berlaku hari ini.

”Kami berharap dengan RS menjadi BLUD, pengelolaan keuangan semakin mandiri dan pelayanan publik semakin baik,” jelasnya.

Secara rinci, KPK bersama-sama wali kota mereview satu per satu indikator dan sub-indikator area intervensi MCP yang ada di platform online Jaga.id.

Dari data tersebut, diketahui nilai terkecil adalah area perencanaan dan penganggaran APBD yaitu 31,4 persen.

Hasil verifikasi KPK, pemda belum mengunggah Standar Satuan Harga (SSH) tahun berjalan dan belum melengkapi bukti pelaksanaannya.

Begitu pun dengan Analisis Standar Biaya (ASB) dan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK).

“KPK meminta pemda untuk memasukkan peraturan kepala daerah jika memang sudah tersedia,” ujar narahubung KPK untuk wilayah NTB Ardiansyah Putra.

Kemudian terkait area Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), kata Ardi, capaiannya sudah cukup tinggi yaitu 79,7 persen.

Hanya terkendala ketersediaan fungsional PBJ.

Dari kebutuhan sesuai Analisis Beban Kerja (ABK) 19 orang, baru tersedia 9 orang atau 48 persen.

Menurut Ardi, kondisi ini juga menjadi kendala yang dialami daerah lain.

Yang belum mereka terima laporan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) khusus UKPBJ.

”Diharapkan adanya regulasi terkait pemberian TPP, tidak berdiri sendiri, namun melekat pada regulasi TPP pemda yang ada secara keseluruhan,” terang Ardi.

Sedangkan untuk area manajemen aset, Ardi memaparkan, skor sudah mencapai 76 persen.

KPK menyoroti terkait sertifikasi aset.

Menurut data yang dilaporkan pemda, dari total aset yang dikelola pemda sebanyak 503 bidang, baru 144 bidang yang tersertifikasi atau 28,6 persen.

Ardi menyampaikan, KPK berharap komitmen wali kota Bima menambahkan anggaran dan angka target sertifikasi tahun 2022 bekerja sama dengan ATR/BPN setempat.

“Kami akan bantu komunikasi dan koordinasi percepatan dengan ATR/BPN setempat,” pungkas Ardi.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved