Diduga Banyak Kejanggalan, Seleksi Komisioner KPID NTB Dilaporkan ke Ombudsman

Sejumlah peserta yang tidak lolos melaporkan dugaan maladministrasi proses seleksi ke Ombudsman NTB, Kamis (24/6/2021).

Penulis: Sirtupillaili | Editor: wulanndari
TribunLombok.com/Sirtupillaili
Maswan (dua dari kiri) bersama teman-temannya saat datang mengadukan proses seleksi komisioner KPID NTB ke Ombudsman NTB, Kamis (24/6/2021). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Proses seleksi calon komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi NTB diduga banyak kejanggalan.

Sejumlah peserta yang tidak lolos melaporkan dugaan maladministrasi proses seleksi ke Ombudsman NTB, Kamis (24/6/2021).

Maswan, mewaikili tujuh orang peserta yang keberatan datang ke Ombudsman NTB.

Dia mengadukan karena mencium banyak indikasi kecurangan dalam proses seleksi itu.

”Saya salah satu peserta yang merasa dirugikan atas indikasi-indikasi kecurangan yang kami temui,” katanya, di kantor Ombudsman NTB, Kamis (24/6/2021).

Salah satu dugaan kecurangan seleksi, kata Maswan adalah soal sistem penilaian.   

Menurut Maswan, di awal seleksi, ketua tim menyatakan, seluruh perserta akan mendapatkan bonus 10 poin.

Baik mereka yang mengerjakan soal mau pun yang tidak mengerjakan soal.

Baca juga: UPDATE Kasus Positif Corona 24 Juni Catat Tertinggi Selama Pandemi di Indonesia, Capai 20.574 Jiwa

Baca juga: NTB akan Kembangkan Ekowisata Sentra Madu Trigona di Sumbawa

Tapi dalam realisasinya, saat rekapitulasi nilai 17 Juni 2021, tidak ada bonus poin diberikan ke mereka.

Setelah menelusuri lebih dalam, dia menemukan ada dua peserta yang justru mendapatkan tambahan poin.

salah seorang peserta, semula menerima 85,20 poin, tetapi dalam rekapitulasi bertambah menjadi 94,20 poin.

Kemudian peserta lain mendapatkan bonus 82,20 tapi setelah mendapatkan bonus menjadi 92,20 poin.

”Inilah yang menjadi tanda tanya (pertanyaan) kami, sehingga kami harus mengadukan ke Ombudsman NTB,” katanya.

Sementara dirinya, bersama rekannya seperti Fahrudin dan Zaki tidak mendapatkan bonus poin itu.    

Mereka mencatat nilai yang didapatkan saat seleksi dan tidak ada tambahan bonus poin diberikan panitia.

Maswan menduga ada keberpihakan panitia, karena beberapa peserta diberikan bonus sementara sebagian tidak.

Baca juga: Avanza Ringsek Tabrak Pondasi Pagar Rumah di Sumbawa, Sopir dan Tujuh Penumpang Luka-luka

Baca juga: 27 Pekerja Migran NTB Dipulangkan, 1 Orang Dalam Kondisi Sakit

”Ada perbedaan perlakuan peserta satu dengan yang lainnya, ada yang diberikan tambahan nilai ada yang tidak,” katanya.

Indikasi lainnya, ujar Maswan, sebelum tes dilakukan ketua tim seleksi menyebutkan jumlah soal dalam tes ada 85 soal.

”Dari pernyataan itu, timbul tanda tanya kami, kok ketua pansel mengetahui jumlah soal? padahal sepengetahuan kami soal ini adalah bersumber dari bank soal KPI pusat,” katanya.

Dia mempertanyakan, kenapa ketua tim seleksi bisa mengetahui jumlah soal tersebut.

Sehingga dia menduga kuat soal itu telah bocor sebelum tes dilakukan.

”Kok bisa diketahui jumlah soal, dari mana tahu? Entah dia buka sendiri atau diinformasikan oleh siapa dan untuk apa?” kata Maswan.

Dengan melapor ke Ombudsman NTB, paling tidak mereka berharap proses seleksi tersebut ditunda sampai benar-benar klir.  

”Minimal bisa merekomendasikan untuk bisa diperiksa kembali hasil seleksi itu, sehingga pihak pansel bisa menunda sampai proses ini clear,” kata Maswan, mantan politisi Partai Nasdem Bima tersebut.

Bila aduan ke Ombudsman NTB tidak mempan, mereka mengancam akan akan menempuh jalur hukum.

”Kami akan gugat melalui PTUN hasil seleksi ini,” tegasnya.

Sementara itu, Asisten Ombudsman NTB bidang Pencegahan Muhammad Ridho Rasyid menjelaskan, pihaknya menerima para pelapor, namun belum secara resmi menerima pengaduan tersebut.

”Mereka menyatakan beberapa hal yang janggal, tapi kami harus memastikan apakah laporan tersebut apakah memenuhi syarat formil dan materil atau tidak,” katanya.

Pihaknya menyampaikan beberapa hal yang perlu dilengkapi para pelapor.

”Karena ini masih suasana Covid-19, proses-proses penanganan laporan dilayani secara online,” katanya.  

Secara umum materi aduan yang disampaikan para pelapor terkait dugaan kecurangan.

Misalnya soal-soal tersebut sudah diketahui sebelumnya.

Baca juga: Pelabuhan Bangsal Jadi Pintu Masuk Wisatawan, Kadispar NTB Cek Pelayanan CHSE

”Apakah itu betul atau tidak, tentu saja kami belum memiliki kesimpulan. Karena kami belum pada kesimpulan apakah laporan ini kami terima atau tidak,” jelasnya.

Proses seleksi calon komisioner KPID diikuti 38 orang peserta dari 42 orang yang mendaftar.

Seleksi uji kompetensi berlangsung selama lima hari, dari 14 hingga 18 Juni 2021.

Calon komisioner KPID NTB mengikuti tiga proses uji kompetensi yakni test tulis Computer Assisted Test atau Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), psikotes, dan wawancara.

Sejumlah peserta seleksi yang tergabung dalam kelompok G belakangan mempertanyakan kridibelitas tim seleksi, lantaran dugaan kebocoran soal dan dugaan manipulasi nilai.

Sampai akhirnya melaporkan ke Ombudsman NTB.

Pansel KPID Bantah ada Kecurangan

Terpisah, Ketua Tim Seleksi Komisioner KPID NTB I Gede Putu Aryadi menjelaskan, yang keberatan atas proses itu hanya Maswan.

Menurutnya, Maswan justru sejak awal berusaha melobi dan ingin mempengaruhi tim seleksi.

”Dengan segala cara dia membawa-bawa nama organisasi dan membawa nama orang, dia ingin mempengaruhi tim seleksi,” katanya.

Terkait tuduhan soal bocor dan dugaan kecurangan lainnya, Aryadi membantah.

”Tidak ada itu (soal bocor) itu hanya rekayasa dia,” katanya.

Proses seleksi, kata Aryadi, terbuka dan semua sesuai aturan.

Tidak ada nilai yang dimanipulasi, apalagi sampai membocorkan soal, tidak mungkin dilakukan.

Selama proses seleksi pun tidak ada protes dari para peserta.

Justru sebaliknya, peserta atas nama Maswan melobi melalui beberapa pihak untuk mempengaruhi hasil seleksi.  

”Dia (Maswan) hanya ingin mempengaruhi kita (tim seleksi) tetapi tidak bisa,” ungkapnya.

Tes tersebut menggunakan komputer sehingga tidak bisa diubah.

Menurut Aryadi, panitia sudah bekerja profesional tanpa membedakan satu peserta dengan peserta lainnya.

Terkait dia pernah menyebutkan jumlah soal 85, Aryadi menjelaskan, saat itu salah satu peserta bertanya bagaimana sistem penilaian.

Dia pun menjelaskan, bahwa secara umum bahwa soalnya ada 85 soal.

Kemudian menurut tim IT, yang penting peserta menjawab, meski pun salah semua dia tetap  mendapatkan nilai minimal 10.

”Sistem itu langsung mengatur, tidak ada orang tambah-tambah nilai,” tegasnya.

”Dia (Maswan) tidak paham saja, maka dibuatlah itu isu, seolah-olah ada penambahan nilai,” katanya.

Justru, kata Aryadi, peserta tersebut berusaha melobi agar bisa ditambahkan nilainya.

”Kami sangat marah, tidak bisa tim diatur begitu. Tapi sekarang diputar balik omongannya,” tandas Aryadi.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved