Hutan Gundul Penyebab Banjir Bima-Dompu, Ini Kata Kepala BNPB

Gundulnya kawasan hutan menjadi penyebab utama banjir di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).

TribunLombok.com/Sirtupillaili
HUTAN GUNDUL: Anak-anak di Kabupaten Dompu, Provinsi NTB melihat ke arah hutan gundul yang beralih fungsi menjadi lahan tanaman jagung. Foto ini diambil 10 April 2019.  

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Gundulnya kawasan hutan menjadi penyebab utama banjir di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI Doni Monardo pun meminta penanganan bencana akibat alih fungsi hutan tersebut dilakukan dengan kebijakan tepat dan strategis.

Menurutnya, pola penanganan hutan gundul harus diubah.

Penanaman kembali pohon perlu melibatkan masyarakat dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Doni mengaku telah melihat, gundulnya hutan di wilayah Dompu dan Bima disebabkan alih fungsi lahan hutan menjadi lahan tanaman semusim yakni jagung.

Memang, menanam jagung secara ekonomi menguntungkan.

Tapi dampak buruknya menimbulkan bencana berkepanjangan seperti saat ini.

HUTAN GUNDUL: Anak-anak di Kabupaten Dompu, Provinsi NTB melihat ke arah hutan gundul yang beralih fungsi menjadi lahan tanaman jagung. Foto ini diambil 10 April 2019.
HUTAN GUNDUL: Anak-anak di Kabupaten Dompu, Provinsi NTB melihat ke arah hutan gundul yang beralih fungsi menjadi lahan tanaman jagung. Foto ini diambil 10 April 2019. (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

”Silahkan bertanam, bertani dan berkebun. Tapi harus ada dua aspek yang seimbang. Alam dijaga, alam juga akan jaga kita. Kita merusak alam, alam rusak kita," tegas Doni Monardo, saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Bencana Banjir di  Provinsi NTB, secara virtual, Sabtu (10/4/2021).

Dalam rapat tersebut, Doni Monardo menyampaikan beberapa solusi untuk meminimalisir potensi banjir bandang serta mengatasi permasalahan hutan gundul di NTB, khususnya di Kabupaten Bima dan Dompu.

Salah satunya, melalui pola penanaman kembali pohon-pohon dengan nilai ekonomis tinggi sekaligus berfungsi menyerap air hujan.

Seperti, kopi, alpukat, kelengkeng, dan banyak jenis tanaman yang bisa menerapkan sistem tumpang sari dengan tanaman jagung.

Baca juga: 573 Tersangka Kasus Prostitusi hingga Judi Diringkus Polda NTB

Dalam menjalankan program tersebut, Doni menekankan setiap program terkait ekosistem harus melibatkan rakyat.

”Ttidak boleh berorientasi proyek, karena akan gagal. Harus berorientasi pada masyarakat dan kesadaran untuk memperbaiki lingkungan,” ujarnya.

Sebaga langkah awal, pemerintah daerah bisa memilih desa yang punya komitmen mau menjalankan program tersebut.

”Jika ini sukses, desa lain akan ikut. Kita butuh percontohan dulu. Bibit pohonnya kita berikan secara gratis kepada masyarakat," ungkapnya.

Bila penanaman pohon-pohon bernilai ekonomis sukses dilakukan di hutan-hutan NTB, maka dalam 5 tahun ke depan NTB bisa terhindar bencana banjir bandang.

Selain meminimalisir bencana, masyarakat juga tetap punya sumber penghasilan semabri tetap menjaga alam.

Terakhir Doni menyarankan, dalam menjalankan program tersebut, pemerintah perlu melibatkan Universitas Mataram untuk melakukan riset terkait dampaknya.

Di NTB, gairah masyarakat menanam jagung membuat alih fungsi hutan tidak terkendali.

Bahkan petani masuk ke kawasan hutan taman nasional dan taman wisata alam untuk menanam jagung.

Baca juga: Tertutup Awan dan Cahaya Matahari, Hilal Tidak Terlihat di Lombok

Baca juga: Pemuda Lombok Tengah Ditemukan Tewas, Penyebab Kematian Masih Misteri

Bila berkunjung ke Pulau Sumbawa, sepanjang jalan hutan dan pegunungan sudah dipenuhi tanaman jagung.

Luas areal tanam jagung setiap tahun terus meluas.

Data Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB menunjukkan, tahun 2014, areal jagung 126.577 hektare.

Dari luas tanam ini produksi jagung NTB mencapai 785.864 ton.

Tahun 2015, areal tanam meluas menjadi 143.117 hektare, dengan produksi 959.972 ton jagung.

Tahun 2016, areal tanam meningkat lagi menjadi 206.997 hektare, produksi jagung menjadi 1.101.244 ton.

Selanjutnya 2017, menjadi 310.990 hektare dengan produksi mencapai 2.127.324 ton.

Kemudian tahun 2018, produksi jagung NTB 2.959.222 ton.

Produksi jagung NTB pun melimpah, tapi di sisi lain hutan rusak dan saban tahun warga dilanda banjir bandang.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved