Ombudsman NTB: Buruknya Data Kependudukan Hambat Penyaluran Bantuan Covid-19
Buruknya data kependudukan dalam penyaluran bantuan sosial mendominasi laporan pengaduan ke Ombudsman Perwakilan NTB tahun 2020
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Adminduk Hambat Bantuan Covid-19
Khusus terkait data kependudukan, Adhar menjelaskan, percepatan penyaluran bantuan masyarakat miskin saat penanganan Covid-19 cukup terganggu karena pendataan administrasi kependudukan.
Berdasarkan temuan Ombudsman NTB, kendala banyak disebabkan masyarakat tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Akibatnya warga tidak dimasukkan namanya ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Baca juga: Polda NTB Kawal Distribusi Vaksin Covid-19 Sampai ke Warga
”Hal ini yang menjadi penyebab masyarakat miskin terancam tidak akan menerima bantuan sosial,” katanya.
Jika data DTKS tidak jelas, maka akan membenani APBD kabupaten/kota, karena harus mengagulangi bansos.
”Permasalahan ini terjadi di beberapa kabupaten di NTB,”katanya.
Ia mencontohkan di Kabupaten Lombok Barat, tahun 2020 ada 92.000 warga awalnya tidak bisa dimasukkan ke dalam DTKS karena permasalahan NIK.
Jika warga tersebut tidak terdata dalam DTKS, bisa dipastikan menjadi beban daerah. Karena harus mengeluarkan anggaran dari APBD Lombok Barat sebesar Rp 60 miliar.
Untungnya permasalahan tersebut bisa diselesaikan setelah melakukan pendataan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lombok Barat.
”Karena itu kami menekankan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk memperhatikan betul-betul DTKS dan NIK selama pandemi Covid-19,” ujarnya.
Dengan begitu, penyaluran bantuan bisa cepat diberikan sesuai kondisi warga di bawah.
Baca juga: 3,5 Juta Penduduk NTB Menjadi Sasaran Vaksinasi Covid-19
”Ombudsman NTB menghimbau semua kabupaten/kota menerapkan pola stelsel aktif dalam menata data kependudukan,” saran Adhar.
Di sisi lain, penguatan data kependudukan juga peru karena kerap menjadi masalah maladministrasi penyaluran bantuan sosial Covid-19 di desa.
”Hal ini disebabkan minimnya pembinaan pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa,” ujarnya.
Laporan terkait pemerintahan desa selama 2020 ke Ombudsman NTB sangat menonjol.
”Aksi-aksi pemecatan staf desa oleh kepala desa sangat mengganggu pelayanan di desa,” ungkapnya.
(*)