Polda NTB Bongkar Pabrik Senjata Api Rakitan di Kabupaten Bima
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) membongkar pabrik senjata api (senpi) rakitan di Kabupaten Bima.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) membongkar pabrik senjata api (senpi) rakitan di Kabupaten Bima.
Pelaku pembuat senpi rakitan berinisial S, warga Kabupaten Bima kini ditahan kepolisian.
Beberapa pucuk senpi hasil rakitan pun disita.
"Tiga unit senpi rakitan ini bukan hasil tindak pidana atau alat barang bukti (peristiwa kejahatan). Namun hasil ungkap perkara kita terhadap pabrik pembuatan senpi rakitan di wilayah Bima," ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB Kombes Pol Hari Brata, dalam keterangan pers, di markas Polda NTB, Rabu (30/12/2020).
Senpi-senpi rakitan tersebut akan diperjualbelikan tersangka S kepada para pelaku kriminal.
"Yang pasti untuk melakukan tindak pidana kejahatan yang mengancam jiwa, harta benda, dan lainnya," bebernya.
Dalam kasus tersebut, kepolisian baru menahan satu orang tersangka.
Pelaku merupakan residivis dalam kasus yang sama.

Setelah bebas, dia mengulangi perbuatannya lagi.
"Dia ini (sifatnya) home industri," kata Hari Brata.
Baca juga: Selama 2 Pekan, 367 Pencuri dan Rampok Ditangkap Tim Puma Polda NTB
Baca juga: Dibuang 3 Anaknya karena Sakit Tak Kunjung Sembuh, Nenek Bollo Masih Bersyukur Ada yang Peduli
Baca juga: NTB Punya Potensi 102.74 Megawatt Energi Baru Terbarukan
Pelaku ditangkap tim Puma Polda NTB, Minggu (20/12/2020), di rumahnya.
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita 3 senpi rakitan yang baru diproduksi.
"Hanya itu karena dia baru memulai," jelasnya.
Hari Brata menambahkan, pelaku biasa menerima pesanan dari orang.
"Harganya antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta, ada juga yang Rp 4 juta," katanya.
Dari hasil pemeriksaan polisi, pelaku belajar membuat senpi secara otodidak.
"Dia tidak belajar dari mana-mana," katanya.
Dengan perbuatannya, pelaku melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman 10 tahun lebih.
(*)