Buruh Migran Kerap Bermasalah di Luar Negeri, Pemda NTB Kompak Tekan PMI Ilegal
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sayangnya, banyak buruh migran asal NTB bermasalah di luar negeri.
Mereka kerap menjadi korban kekerasan majikan, berhadapan dengan hukum, overstay, berstatus pekerja ilegal, hingga kena deportasi negara penempatan.
Dari sekian banyak persoalan tersebut, salah satu akar masalahnya yakni pemberangkatan buruh migran secara tidak resmi atau ilegal.
Guna menekan jumlah PMI berangkat secara non prosedural, Pemprov NTB bersama kabupaten/kota se-NTB memperkuat kerja sama.
Salah satunya dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang Pelayanan PMI asal NTB, di ruang rapat utama kantor gubernur NTB, Rabu (30/12/2020).
Baca juga: Polda NTB Bongkar Pabrik Senjata Api Rakitan di Kabupaten Bima
Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Sitti Rohmi Djalilah dalam acara itu mengatakan, penandatanganan MoU tersebut merupakan bukti pemerintah daerah di NTB benar-benar serius terhadap nasib pekerja migran.
Pemerintah tidak ingin para pahlawan devisa tersebut selalu menjadi korban oknum tidak bertanggungjawab.
”Jangan sampai hal-hal miris yang pernah terjadi terulang kembali dan kita tak bisa berbuat banyak untuk membantu mereka, karena memang tidak tercatat saat berangkat ke luar negeri,” ujarnya.
Ia mengakui, dirinya tidak mengetahui persis jumlah pekerja migran asal NTB berstatus non prosedural. Karena mereka tidak data dari desa asal mereka.
Karena itu, dengan MoU tersebut diharapkan ada data semua pekerja migran NTB yang berangkat ke luar negeri.
Baca juga: Selama 2 Pekan, 367 Pencuri dan Rampok Ditangkap Tim Puma Polda NTB
Saat ini, Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah menjadi daerah penyumbang pekerja migran terbanyak di NTB.
”Saya berharap pemerintah kabupaten/kota se-NTB terus-menerus melakukan edukasi kepada masyarakat,” katanya.
Edukasi harus lebih masif terkait pemberangkatan secara resmi.
Bila perlu pemerintah kabupaten/kota membuat regulasi terkait pekerja migran dan bisa bersinergi hingga ke desa.
Data pekerja migran berbasis desa, kata Rohmi, sangat penting dalam upaya melindungi para pekerja migran.
“Kita inginkan seluruh masyarakat desa yang menjadi pekerja migran terdata dengan baik,” katanya.
Baca juga: Dibuang 3 Anaknya karena Sakit Tak Kunjung Sembuh, Nenek Bollo Masih Bersyukur Ada yang Peduli
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB Hj Wismaningsih Drajadiah menjelaskan, MoU tersebut akan menjadi landasan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam melindungi PMI.
“Dengan MoU ini diharapkan sinergi semakin kuat hingga ke desa-desa,” katanya.
Wismaningsih menyebut, setiap tahun jumlah PMI bermasalah yang dipulangkan sekitar 1.052 orang.
Dengan kesepakatan itu, nanti pemerintah akan memiliki data pasti dan menekan pemberangkatan pekerja migran secara unprosedural.
(*)