Siswa SD di Lombok Keracunan MBG

Banyak Kasus Keracunan, Gugus Tugas Sarankan MBG Dikelola Desa Lewat Bumdes

Dalam dua bulan terakhir, tercatat ada tiga sekolah yang siswanya mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program MBG.

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/WAWAN SUGANDIKA
KERACUNAN MBG - Kepala Sekolah sekaligus Ketua Gugus 4 Kecamatan Narmada, yang juga menjadi pemantau MBG di tujuh sekolah di wilayahnya. Ia menilai, skema pendistribusian makanan perlu dikaji ulang. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Sejumlah sekolah di Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi korban dalam kasus keracunan yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dalam dua bulan terakhir, tercatat ada tiga sekolah yang siswanya mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program MBG. Sekolah-sekolah tersebut di antaranya, SMK Kesehatan Karya Husada Rakam di Lombok Timur, serta SDN 1 Selat dan SDN 1 Nyur Lembang di Lombok Barat.

Kasus ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Bahrudin, Kepala Sekolah sekaligus Ketua Gugus 4 Kecamatan Narmada, yang juga menjadi pemantau MBG di tujuh sekolah di wilayahnya. Ia menilai, skema pendistribusian makanan perlu dikaji ulang.

Dia menyarankan agar MBG bisa lebih dekat dengan sekolah yang menjadi tujuan pendiatribusian, hingga saat diterima keadaan makanan juga masih fresh.

“Bayangkan proses memasaknya saja dimulai pukul 02.00 dini hari, makanan baru dikonsumsi siswa sekitar pukul 09.00, sehingga makanan sudah dibungkus dan didistribusikan selama berjam-jam, ini berpotensi menurunkan kualitas dan keamanan makanan,” ucap Bahrudin TribunLombok.com, Jumat (5/9/2025).

Bahrudin meyakini, jika pola distribusi seperti ini terus dilanjutkan, maka program yang semula bertujuan memenuhi gizi anak sekolah justru akan berubah menjadi ancaman kesehatan bagi siswa.

“Kita nggak mau anak kita terus menerus dikasih makanan basi, memang saat di dapur umum mungkin diperiksa oleh BGN (Badan Gizi Nasional), tapi itu saat masih fresh-nya, sampai sekolah malah nggak ada pemeriksaan lagi, padahal di sana dia harusnya lebih diprioritaskan diperiksa (kualitas MBG),” tegasnya.

Ia mencontohkan kondisi di Desa Narmada, di mana satu dapur harus melayani kebutuhan makanan bagi sekitar 3.500 siswa. Hal ini menyebabkan proses persiapan dan distribusi memakan waktu lama dan berdampak pada kualitas makanan.

Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah  kajian mendalam terkait skema pengiriman, proses memasak, pemeriksaan kesehatan makanan, dan pelibatan pihak lokal agar tujuan MBG tercapai tanpa menimbulkan masalah baru.

“Di Narmada ini apalagi banyak yang jual nasi, UMKM-nya banyak, kalau dibiarkan dikelola oleh masyarakat, ini juga bisa membuka lapangan pekerjaan,” jelasnya.

Ia juga mendukung agar pengelolaan MBG diserahkan ke masing-masing desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), guna mempercepat distribusi dan memastikan kualitas makanan tetap terjaga.

“Di masing-masing desa ada usaha kecil menengah, agar distribusi lebih merata, maka langkah untuk lebih mendekatkan pendistribusian ke pihak desa menjadi yang utama, makanan lebih segar, dan tercipta keadilan sosial dalam pelaksanaan program ini,” jelasnya.

Ditegaskannya, saat ini perlunya kajian mendalam terkait skema pengiriman, proses memasak, pemeriksaan kesehatan makanan, dan pelibatan pihak lokal.

“Hal ini agar tujuan MBG tercapai tanpa menimbulkan masalah baru ke depannya,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved