Siswa SD di Lombok Keracunan MBG

Ketua Gugus 4 Narmada Sebut Dua Sekolah Alami Keracunan MBG, Makanan Hampir Basi

Ketua Gugus 4 Kecamatan Narmada mengungkapkan buruknya kualitas makanan yang disediakan di sekolah-sekolah di wilayah tersebut.

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/WAWAN SUGANDIKA
KERACUNAN MBG - Sejumlah siswa yang ada di SD 1 Selat Kecamatan Narmada, Lombok Barat, saat dimintai keterangan usai mengalami sakit perut setelah menyantap MBG, Kamis (4/9/2025). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Ketua Gugus 4 Kecamatan Narmada, Bahrudin, yang menjadi pemantau program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tujuh sekolah, mengungkapkan buruknya kualitas makanan yang disediakan di sekolah-sekolah di wilayah tersebut.

Ia mengungkapkan sejak dimulainya program MBG pada 19 Agustus 2025 lalu, sekolah-sekolah di bawah Gugus 4 Kecamatan Narmada sering mengeluhkan kualitas makanan yang didistribusikan kepada siswa.

“Semua makanan yang datang itu sudah dingin, jadi kadang ada yang sampai di sekolah juga sudah pada basi,” ujar Bahrudin saat dikonfirmasi, Jumat (5/9/2025).

Menurutnya, kasus keracunan yang terjadi di SDN 1 Selat bukan yang pertama, karena sebelumnya juga terjadi kasus serupa di sekolah lain.

“Setelah pelaksanaan MBG, ditemukan kasus keracunan di SDN 1 Selat 17 anak dan SDN 2 Nyur Lembang 2 anak, besar dugaan kita memang akibat makanan yang dikonsumsi pada sajian menu MBG ini,” katanya.

Ia menyampaikan, rata-rata keluhan guru dan wali murid sama: MBG yang seharusnya menjadi upaya pemenuhan gizi anak sekolah, kini malah menjadi makanan yang meracuni anak didik.

Dia menegaskan, letak kekeliruan MBG ini terjadi pada pendiatribusian makanan yang terlalu lama.

“Bayangkan proses memasaknya saja dimulai pukul 02.00 dini hari, makanan baru dikonsumsi siswa sekitar pukul 09.00, sehingga makanan sudah dibungkus dan didistribusikan selama berjam-jam. Ini berpotensi menurunkan kualitas dan keamanan makanan,” tegasnya.

Dengan sistem distribusi seperti itu, ia khawatir siswa bukannya mendapatkan asupan gizi, tetapi justru mengonsumsi makanan yang bisa menjadi racun jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama.

“Kita nggak mau anak kita terus-menerus dikasih makanan basi. Memang saat di dapur umum mungkin diperiksa oleh BGN (Badan Gizi Nasional), tapi itu saat masih fresh-nya. Sampai sekolah malah nggak ada pemeriksaan lagi, padahal di sana dia harusnya lebih diprioritaskan diperiksa (kualitas MBG),” tegasnya lagi.


Bayangkan lanjut dia, di Desa Narmada saja satu dapur melayani 3.500 siswa, hal inj justru menyebabkan persiapan dan distribusi memakan waktu lama. 

Dia mengusulkan agar pemerintab harusnya membuat cabang dapur di beberapa lokasi yang dekat dengan sekolah, “agar juga distribusinya lebih cepat dan makanan tetap segar saat dikonsumsi siswa,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved