Oleh: Muhammad Jamiluddin Nur
*Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Mataram
Banyak orang tidak menyadari berapa banyak rata-rata waktu yang mereka habiskan untuk menggunakan platform media sosial. Berdasarkan data dari GWI, orang-orang rata-rata menghabiskan lebih dari 18 jam menggunakan media sosial dalam seminggu.
Dalam proses tersebut, mereka juga tentu berinteraksi dengan berbagai iklan.
Banjir iklan di media sosial bukanlah rahasia umum. Ini adalah pengalaman kita semua. Fenomena ini juga selaras dengan besarnya belanja iklan dari berbagai brand di media sosial.
Data dari Statista mengungkapkan bahwa belanja iklan pada tahun 2024 lebih dari 700 miliar dollar. Tetapi mari jujur, sebagai user, terkadang kita merasa terganggu dengan begitu banyak iklan. Menurut saya, ada beberapa penyebab hal ini seperti iklan terlalu sering, tidak relevan dengan kebutuhan, tidak menarik, dan yang paling penting adalah pengguna tidak mendapatkan apa-apa dari menonton iklan.
Meskipun demikian, banyak orang percaya bahwa beriklan di media sosial masih menjadi cara paling efektif bagi brand dan perusahaan untuk beriklan. Benarkan demikian?
Laporan survey dari Taboola pada Q1 2025 menunjukkan trend penurunan efektivitas beriklan di media sosial. Laporan tersebut melakukan survei pada 307 pemasar kinerja yang berbasis di AS, dengan fokus pada gabungan pengiklan kecil hingga besar dari merek dan agensi.
Semua responden mengelola kampanye iklan kinerja di platform digital dan menjalankan kampanye berbayar di media sosial.
Studi berjudul “The Pulse of Performance Advertising: Diminishing Returns” ini menemukan fakta bahwa Seiring dengan meningkatnya anggaran, pengiklan mengalami penurunan laba—pengeluaran yang lebih besar belum tentu memberikan hasil yang lebih baik.
Kelelahan iklan, persaingan, dan perubahan platform membuat kinerja semakin sulit dipertahankan dari waktu ke waktu.
Penurunan ini dicontohkan dengan jika kamu beriklan di platform media sosial dengan seribu dollar pertama kamu mendapatkan 100 konversi tetapi jika kamu menaruh seribu dolar berikutnya, penurunan akan terjadi karena kamu hanya akan mendapatkan 80 konversi dan begitu seterusnya.
Studi tersebut juga menemukan lebih dari 70 persen responden mulai menyadari penurunan return dari belanja iklan mereka. 47 persen of them believe this is due to increased costs, Algorithm inefficiency 47 persen, Weaker targeting due to privacy restrictions 36 persen, Ad fatigue 49 persen, user fatigue 59 persen, saturation in target audience 66 persen.
Kini lebih dari 50 persen reponden memilih untuk mencari alternatif lain untuk menghabiskan belanja iklan.
EarnOS dan XION sebagai Solusi.
Kondisi industri periklanan yang semakin menantang menjadikan brand dan perusahaan besar akan mencari alternatif lain untuk beriklan, tidak terkecuali dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan atau platform desentralize (Web3). EarnOS dan XION adalah contoh dari pemanfaatan ini.