5. Peningkatan kapasitas aktor lokal, seperti kader TP - PKK, guru, penyuluh agama, dan pemuka masyarakat agar menjadi pelindung aktif di lingkungannya.
Adapun fungsi strategis FKP2KS adalah meliputi:
1. Forum dialog dan sinergi antarlembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam isu perlindungan perempuan dan anak.
2. Pusat rujukan kasus serta penghubung antarunit layanan untuk mempercepat penanganan korban dan memastikan tidak ada korban yang terabaikan.
3. Pusat data dan informasi terpadu berbasis wilayah, yang menyimpan dan menganalisis tren kekerasan seksual untuk digunakan dalam pengambilan keputusan.
4. Sebagai Unit mobilisasi sumber daya, baik dari anggaran publik, CSR, maupun komunitas untuk mendukung program pencegahan dan pemulihan korban.
Tata kerja FKP2KS didesain berbasis prinsip inklusif, responsif, dan kolaboratif, yang antara lain:
Dipimpin secara kolektif oleh unsur pemerintah (Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana), tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil.
Kemdian mengadakan pertemuan rutin triwulan dan rapat insidental saat ada eskalasi kasus.
Memiliki tim kerja teknis yang bertanggung jawab atas pencegahan, penanganan, pemulihan, dan data.
Bekerja secara terintegrasi dengan Dinas Pendidikan, Kemenag, Perguruan Tinggi, TP PKK, kepolisian, kejaksaan, serta lembaga layanan psikososial.
Keberadaan FKP2KS menjadi sangat penting di tengah tantangan besar yang dihadapi NTB. Ini bukan sekadar forum seremonial, tetapi instrumen nyata untuk menyatukan kekuatan, mempercepat respons, dan mengawal kebijakan agar tidak sekadar berhenti di atas kertas.
Karenanya tepat kalau kita menggugah semangat Kolaborasi dari prihatin ke tindakan nyata. NTB tidak membutuhkan lagi sekedar keprihatinan, yang dibutuhkan adalah tindakan nyata.
Pemerintah, tokoh pendidikan, agama, masyarakat, dan seluruh pihak harus turun tangan dalam melindungi generasi penerus dari kekerasan seksual.
Sudah cukup korban yang berbicara dalam bisu. Sudah cukup airmata yang mengering di bawah nama “aib keluarga”.
Saatnya semua pihak berkata: cukup!!! Lalu bergerak bersama dengan satu niat, satu strategi, dan keberanian kolektif melalui Governansi Kolaboratif Melawan darurat kekerasan seksual di NTB.