FITRA Ungkap 4 Temuan pada APBD NTB, Belanja Publik Merosot hingga Anggaran Tak Wajar

Penulis: Robby Firmansyah
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur FITRA NTB Ramli Ernanda

Alokasi Belanja Pegawai Tidak Sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Alokasi belanja pegawai pada APBD Murni Tahun 2024 tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Nominal belanja pegawai Provinsi NTB pada APBD Murni 2024 sebesar Rp 2,26 triliun, meningkat 20,8 persen dibandingkan APBD Perubahan 2023, atau sekitar 31,9 persen dari total belanja APBD. 

"Besaran alokasi ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mewajibkan batas atas belanja pegawai Daerah di luar tunjangan guru paling tinggi 30 persen dari total APBD," ujarnya. 

Meskipun demikian, alokasi belanja pegawai berada di bawah 30 persen setelah perubahan APBD 2024. Pada APBD Perubahan, nominal belanja pegawai dialokasikan sebesar Rp 2,38 triliun, meningkat 20,8 persen atau sebesar Rp 410,87 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. 

Alokasi belanja pegawai Pemprov NTB (Dok.Fitra NTB)

Alokasi Belanja Modal Semakin Menyusut

Anggaran infrastruktur yang seharusnya dialokasikan oleh Pemprov NTB pada tahun 2024 sebesar Rp 2 triliun lebih, namun belum dipenuhi oleh Pemprov NTB. Berdasarkan ketentuan dalam Permendagri 15 Tahun 2023, belanja infrastruktur publik paling rendah 40 persen dari total belanja daerah di luar belanja bagi hasil. 

Belanja infrastruktur pelayanan publik didefinisikan sebagai belanja infrastruktur daerah yang terkait langsung dengan percepatan pembangunan dan pemeliharaan fasilitas pelayanan publik. Namun, Pemprov NTB tidak mematuhi ketentuan ini.

Alokasi belanja modal Tahun 2024 tercatat menjadi yang terendah dalam 5 tahun terakhir, yang menunjukkan Pemprov NTB tidak memprioritas pembangunan infrastruktur publik pada tahun tersebut. Alokasi belanja modal pada APBD Murni 2024 sebesar Rp 488,65 miliar atau sekitar 8 persen dari belanja daerah. Lalu pada perubahan APBD 2024 meningkat 23 persen menjadi Rp 601,4 miliar. Peningkatan nominal belanja modal ini tidak terlalu signifikan mendongkrak alokasi belanja modal secara total terhadap total belanja daerah.

Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi tergolong sangat kecil pada tahun 2024. Sebagian besar belanja modal dialokasikan untuk pengadaan peralatan dan mesin (Rp 271,4 miliar), dan belanja modal gedung dan bangunan (Rp 232,6 miliar). Sementara itu, belanja modal jalan, jaringan dan irigasi hanya sebesar Rp 79,3 miliar atau sekitar 1,2 persen dari total belanja daerah.

Tren alokasi belanja modal Pemprov NTB dari tahun ke tahun. (Dok.Fitra NTB)

Anggaran Penanganan Stunting

Penangan stunting sebagai prioritas nasional juga belum didukung dari sisi penganggaran, meskipun APBD NTB meningkat cukup tinggi. Anggaran penangangan stunting tahun 2024 menurun drastis dari Rp 27,7 miliar pada tahun 2023, atau sekitar 0,49 persen dari total belanja daerah, menjadi Rp 11,2 miliar pada tahun 2024.

Alokasi anggaran untuk penanganan stunting di NTB (Dok.Fitra NTB)

Anggaran Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem 

Alokasi anggaran program prioritas nasional penghapusan kemiskinan ekstrem juga kurang berkualitas. Peningkatan alokasi anggaran belanja yang secara langsung terkait dengan upaya penghapusan kemiskinan ekstrem justru terpangkas Rp 3,6 miliar pada APBD-P 2024 menjadi Rp 89 miliar. 

Nominal anggaran penghapusan kemiskinan ekstrem pada APBD-P meningkat menjadi Rp 1,07 triliun, namun peningkatan ini justru pada program/kegiatan yang tidak secara langsung berdampak pada masyarakat, seperti belanja perjalanan dinas yang meningkat dari Rp 4,88 miliar menjadi Rp 5,29 miliar.

Belanja penghapusan kemiskinan ekstrem di NTB (Dok.Fitra NTB)

 
4. Banyak Anggaran Tidak Wajar 

Halaman
1234

Berita Terkini