TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Pilkada 2024 di NTB memunculkan berbagai fenomena.
Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 Bambang Mei Finarwanto menyatakan sejumlah fenomena ini sebagai wujud kayanya khazanah politik di daerah.
Lalu apa saja fenomena Pilkada 2024 di NTB?
1. Calon Perempuan
Dia memulai dengan fenomena munculnya calon perempuan.
Baca juga: 3 Simulasi Skenario Pilgub NTB 2024: Siapa Bertahan dan yang Berpotensi Gagal Maju?
"Calon perempuan cukup mendominasi tampil di Pilkada," ujar Didu, sapaan karibnya.
Sebut saja Sitti Rohmi Djalillah yang maju jadi calon Gubernur NTB.
Begitu juga dengan Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri yang maju jadi calon Wakil Gubernur NTB.
Di Pilkada Lombok Barat bahkan empat pasangan calon kesemuanya sekurangnya muncul tokoh perempuan.
Mulai dari Nurhidayah dan Sumiatun sebagai calon bupati juga calon wakil bupati antara lain Khaeratun dan Nurul Adha.
Baca juga: Hasil Coklit Pilkada 2024 di NTB: 4 Juta Penduduk Potensial Pemilih, TPS Menyusut Jadi 8 Ribu
Di Kota Bima juga ada Muthmainnah.
Kemudian Dewi Noviany, Wakil Bupati Sumbawa yang kini maju jadi calon bupati.
Kemudian Hanifah Musyafirin sebagai calon Wakil Bupati Sumbawa Barat.
2. Caleg Gagal Maju Pilkada
Fenomena kedua adalah Caleg yang gagal terpilih pada Pemilu namun maju di Pilkada 2024.
Dia menyebut Ruslan Turmudzi yang tampil di Pilkada Lombok Tengah.
Kemudian Syamsul Luthfi dan Suryadi Jaya Purnama di Pilkada Lombok Timur.
Ada Karman BM di Pilkada Kota Mataram atau Burhanuddin Jafar Salam di Pilkada Sumbawa.
Muncul pula Muhammad Syafrudin di Pilkada Kota Bima.
“Pilkada serentak NTB 2024 memunculkan fenomena Cakada dari calon yang gagal terpilih dalam Pileg 2024," bebernya.
3. Tarik Ulur Dukungan Parpol
Komposisi kursi di DPRD membuat Parpol perlu berkoalisi untuk mengusung pasangan calon.
Sebab, tidak ada Parpol yang bisa mengusung calon sendiri sehingga muncul tarik ulur dukungan.
"Parpol memainkan perannya dengan tidak buru-buru memberi kepastian dukungan ke calon," ucapnya.
Maka, Didu melihat mesin partai diharapkan dapat memberi insentif elektoral kepada Paslon yang didukung.
Tidak semata bergantung pada popularitas maupun elektabilitas calon.
4. Kerja Relawan
Keempat, Pilkada di NTB 2024 ditengarai dengan melemahnya kerja relawan.
“Kalaupun ada hanya sebatas peran artifisial yang tidak beresonansi pada masifnya gerakan penggalangan,” ujarnya.
Maka pilihannya adalah dengan pendekatan ke pemilih secara taktis dan pragmatis.
“Belanja politik dan elektoral paslon membengkak dan sulit dikalkulasi," urainya.
Tokoh besar, sambung Didu, disebut bakal bersaing dengan vote getter dari kalangan biasa tetapi punya pengaruh di komunitasnya bahkan kelompok hobi sekalipun.
Didu mengatakan biaya politik meraih suara di Pilkada bakal tinggi karena kebutuhan untuk investasi sosial dalam waktu singkat.
5. Kampanye Digital
Kampanye digital menjadi salah satu pilihan menaikkan potensi meraih suara di Pilkada 2024.
Saluran media sosial dianggap bisa menembus sekat jarak dan waktu dan efisien dalam meningkatkan citra calon.
Demikian juga dengan tren penggunaan artificial intelligence (AI).
"Branding ini disesuaikan dengan sasaran pemilih yang didominasi pemilih muda dari kalangan milenial maupun Gen Z," tandasnya.
(*)