Pilpres 2024

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto Berharap MKMK Putuskan yang Terbaik

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) Partai Demokrat Herman Khaeron mengingatkan, putusan MK terkait syarat maju capres dan cawapres bersifat final dan mengikat.

Hal itu disampaikannya menyikapi peluang dibatalkannya putusan MK terkait seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu, seiring adanya sidang MKMK. "Kalau keputusan MK itu tidak bisa diubah karena final dan mengikat, Undang-Undangnya kan begitu," kata Herman, Kamis.

Anggota Komisi VI DPR RI itu enggan berspekulasi terkait putusan MKMK itu. Menurutnya, lebih baik publik menunggu putusan tersebut. "Sehingga kita juga tidak berspekulasi dengan apa yang sedang berlangsung hari ini. Kita tunggu saja sampai pada akhirnya nanti diputuskan," tandasnya.

Sebelumnya, pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman(Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan SH MH menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.

"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (2/11/2023).

Atas putusan yang telah diambil, lanjut Fauzan, maka ada beberapa kemungkinan. Pertama, tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku). Kedua, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas. Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.

"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini juga menjelaskan apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, maka apapun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, maka sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, maka putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.

Akan tetapi, kata Fauzan, terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.

"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK. Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat. Ke depan, menurut saya, jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan. Dan pembatalannya ada dua cara. Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," tandasnya. (Tribun Network/Yuda)

Berita Terkini