TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan laporan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim konstitusi menjadi perhatian besar.
Menurutnya, hal ini belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia di seluruh dunia.
"Perlu diketahui, perkara ini belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia, seluruh dunia, semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini," kata Jimly dalam Rapat Klarifikasi Pelapor di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Baca juga: Denny Indrayana Dilaporkan ke Polisi Terkait Unggahannya soal Putusan Mahkamah Konstitusi
Jimly menyebut, kasus putusan 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimal syarat capres dan cawapres menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia. Profesor yang mewakili tokoh masyarakat ini memandang putusan itu juga membuat masyarakat terbelah.
"Sekarang ini masyarakat politik terpecah lima, kubu sini, kubu sini, kubu tengah, dan kubu antara, pada marah semua," sambungnya.
Mantan Hakim Konstitusi itu menilai, ini merupakan hal yang bagus dan harus disyukuri. Perkara ini, imbuh Jimly, dapat menjadi momentum untuk mengedukasi publik setelah MK menjadi pembicaraan dalam sebulan terakhir.
"Ini bagus. Harus disyukuri gitu lho. Untuk public education, bagus sekali ini. Civic education, bagus sekali. Jadi enggak ada orang yang tidak membicarakan MK sebulan ini. MK semua dengan segala macam emosinya. Bagus itu. Kalau kita lihat dari langit, waduh ini harus disyukuri ini dan yang membuat sejarah saudara-saudara ini yang melapor gitu lho,” kata Jimly.
Prof Jimly meminta, dalam proses penanganan laporan dugaan pelanggaran etik ini, agar para pelapor tidak emosi penuh amarah.
Dia menegaskan pentingnya para pelapor saling beradu ide untuk membuktikan adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi. Sebab, Jimly berkata, sekarang ini akal sehat sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. Sedangkan, akal sehat sudah terancam eksistensinya.
"Akal fulus itu untuk kekayaan, uang. Akal bulus itu untuk jabatan. Akal sehat sekarang lagi terancam oleh dua iblis: kekuasaan, kekayaan. Maka MKMK ini harus kita manfaatkan untuk menghidupkan akal sehat itu. Itu yang menuntun ke arah kemajuan peradaban bangsa," ungkap Jimly.
"Ini urusan tetekbengek jabatan. Nanti sudah dapat jabatan pakai pula untuk jabatan lebih tinggi lagi. Itu perebutan kekayaan juga sama. Dapat kekayaan dia pakai untuk mencari kekayaan banyak lagi," sambungnya.
Jimly memandang semua orang kekinian tidak lagi sharing (berbagi), caring (peduli), giving to the country (memberi untuk negara).
“Kebanyakan orang itu taking (mengambil), asking (bertanya), requesting (meminta) dan bila perlu robing (merampok). Ini gara-gara neoliberalisme." ungkap pendiri Mahkamah Konstitusi itu.
Dalam rapat klarifikasi pelapor, Jimly meminta pakar hukum tata negara yang juga pihak pelapor, Denny Indrayana untuk segera datang ke Jakarta hadir langsung di sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman.
Denny Indrayana tersambung secara daring melalui zoom dari Australia. "Siap nggak anda datang ke Jakarta? Cepat besok berangkat," kata Jimly di dalam rapat.