TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pemilih milenial dan Gen Z pada Pemilu 2024 ditaksir memiliki memiliki preferensi independen dalam menggunakan hak pilihnya.
Coat Tail Effect atau efek ekor jas para tokoh yang menjadi Capres 2024 ataupun pimpinan partai diyakini tidak langsung mempengaruhi arah pilihan para milenial.
Sebut saja nama-nama yang sudah dideklarasi menjadi Capres, mulai dari Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, maupun Anies Baswedan.
Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 Bambang Mei Finarwanto mensinyalir efek ekor jas pada Pemilu 2024 tidak akan berdampak signifikan menaikkan insentif elektoral di kalangan pemilih milenial maupun Gen Z.
Karena itu, setiap Bacaleg tidak bisa berleha-leha dan harus mulai menyiapkan strategi untuk mendapatkan dukungan signifikan pemilih milenial sejak sekarang.
Baca juga: Fakta DPT Pemilu 2024: Didominasi Milenial, Jawa Barat Jadi Provinsi dengan Pemilih Terbanyak
“Pemilih milenial itu memiliki independent mindset. Mereka punya pola pikir yang independen dan enggan diatur oleh arus utama. Mereka lebih cenderung mencari informasi sendiri, menganalisis kandidat dan isu-isu yang relevan, dan membuat keputusan berdasarkan pemahaman pribadi mereka tentang masalah tersebut,” kata Didu, sapaan karibnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (3/8/2023).
Mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode ini menegaskan, generasi milenial tumbuh dalam era teknologi digital dan internet yang memungkinkan akses mudah ke berbagai sumber informasi.
Imbasnya, generasi milenial sering mengandalkan media sosial dan situs berita daring untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang calon-calon anggota legislatif dari berbagai partai.
Itu sebabnya, kata Didu, para pemilih milenial cenderung lebih terpapar kepada ideologi dan program partai secara langsung, daripada hanya mengandalkan popularitas Capres yang saat ini tengah melejit berdasarkan sigi yang dilakukan sejumlah lembaga survei.
”Kadidat yang ingin mendapatkan insentif elektoral dari pemilih milenial yang signifikan, tidak bisa hanya mengandalkan cara persuasi yang konvensional dengan menyebar baliho atau stiker belaka. Sebab, mereka adalah generasi yang tumbuh di era teknologi yang mengakses informasi dari sistus media daring dan media sosial,” kata Didu.
Baca juga: DPT NTB Berjumlah 3.918.291, dengan TPS 16.243
Analis politik NTB ini pun memberi bocoran bahwa pemilih milenial sering lebih peduli pada isu-isu spesifik.
Mereka juga umumnya memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan inklusif.
Isu-isu spesifik itu, kata Didu, misalnya yang terkait dengan lapangan pekerjaan, perubahan iklim, kesetaraan gender, maupun yang terkait dengan informasi dan teknologi, misal game mobile legend.
”Karena itu, preferensi pilihan pemilih milenial pada calon Anggota Legislatif akan sangat ditentukan oleh bagaimana calon tersebut berkomitmen pada isu-isu yang mereka anggap penting, bukan berdasarkan survei calon presiden dari partai tertentu,” tandas Didu.
Selain itu kata Didu, berdasarkan pengalaman pesta demokrasi dari beberapa negara, pemilih milenial tinggal di sistem multi-partai atau multi koalisi.