Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - dampak eksploitasi tambang pasir besi PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di Lombok Timur kini menjadi sorotan setelah terungkapnya kasus korupsi pengurusan izinnya.
Pantauan langsung TribunLombok.com di lokasi tambang baru-baru ini, tampak sejumlah dampak pada kawasan pesisir yang terletak di Dusun Dedelpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur tersebut.
Terlihat ada 2 kubangan besar dengan kedalaman rata-rata 110 meter yang merupakan sisa dari pengerukan pasir besi PT AMG.
Kubangan-kubangan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya atau reklamasi yang dilakukan perusahaan.
Ironisnya, kubangan-kubangan tersebut turut mengambil lahan warga sehingga merugikan.
Baca juga: Terungkap PT AMG Setor Rp 82 Juta Per Bulan ke Pemdes Pohgading, Kades Sebut Dana Sumbangan
Dampak lain, irigasi warga kini telah berubah menjadi sungai yang airnya sudah tidak layak digunakan lagi untuk pertanian.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB kepada TribunLombok.com buka suara terkait kondisi ini saat ditemui Selasa (21/3/2023).
Ketua Walhi NTB Amri Nuryadi mengatakan, warga memiliki hak mengajukan tuntutan atas dampak lingkungan dari pertambangan yang ada.
"Terkait dengan reklamasi pasca tambang, telah diatur dalam Pasal 99 UU Minerba dan warga bisa menuntut jika itu tidak terpenuhi," sebut Amri.
Ia menjelaskan, pada Pasal 99 UU Minerba tersebut diatur bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP.
Bahkan, lanjutnya, pada pasal lain diatur ada jaminan Reklamasi yang harus disetorkan saat pengajuan izin operasional.
"Betapa pentingnya reklamasi, hingga saat pengajuan izin saja sudah diatur adanya jaminan. Kita patut bertanya kepada pemberi izin, ada ga jaminan ini," ujarnya dengan nada tanya.
Dalam kasus PT AMG kata Amri, setelah dibidik APH maka hal lain yang harus dilihat adalah kewajiban perusahaan.
"Tidak semata-mata ada kasusnya, kemudian tambang ditutup tanpa melihat ada kewajiban perusahaan yang masih tersisa. Seperti reklamasi, dampak pemulihan lingkungan hidup dari penambangan itu," bebernya.
Ketika bersuara cabut izin, maka harus dilihat dulu kewajiban perusahaan terhadap dampak yang ditimbulkan.
Hematnya, pemerintah harus menghentikan aktivitas penambangan dulu, kemudian pemulihan dan baru bicara pencabutan.
"Jangan sampai seperti di Sekotong, ditinggalkan begitu saja tanpa ada reklamasi, meninggalkan kerusakan dengan dalih izin sudah dicabut," tegasnya.
Tidak hanya diatur oleh UU Minerba, reklamasi ini juga diatur oleh UU Perlindungan Kawasan Pesisir yang lebih tegas mengatur kawasan pesisir tidak boleh ada aktivitas pertambangan.
Dasarnya, kata Amri kuat, yakni berdampak pada sektor pertanian dan nelayan seperti hilangnya ruang nafkah warga.
"Otomatis dengan adanya penambangan air keruh, berdampak pada bergesernya habitat ikan-ikan, belum lagi perubahan bentang alam, hingga berkurangnya sumber air bersih," tegasnya.
Karena dampak-dampak tersebut, maka perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan diwajibkan melakukan reklamasi atau recovery pasca eksplorasi.
Apalagi kata Amri, fasilitas jalan di wilayah tambang rusak karena dipenuhi pasir dan hal tersebut tidak sesuai UU.
Baca juga: 8 Are Tanah Warga Raib Imbas Tambang Pasir Besi PT AMG di Pringgabaya
"Perusahaan wajib membuat akses jalan sesuai standar pertambangan, bukan malah merusak yang sudah ada dan sekali lagi warga bisa menuntutnya," tegasnya.
Meski ada kasus korupsi, tidak berhenti tanggung jawab lingkungan yang harus dikembalikan persis seperti sebelumnya.
Karena aktivitas itu, banyak warga yg terdampak.
Jika tidak reklamasi, akan jadi tempat berbahaya sehingga tidak heran ada dampak jangka panjang seperti gagal panen dan air berkurang.
Walhi NTB menduga banyak aktivitas yang tidak sesuai regulasi termasuk pembiaran oleh pejabat negara, yakni pemberi izin pada tahun 2011 sampai hari ini.
"Makanya Walhi NTB akan lakukan investigasi kondisi faktual dan dampak terhadap warga," akunya.
Tindak lanjutnya, Walhi NTB akan melakukan upaya hukum jika ditemukan tidak adanya pemulihan seusai aturan yang ada.
(*)