Opini

Fenomena Pejabat Korupsi

Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suaeb Qury, Ketua Komisi Informasi NTB

Kata perceived juga menunjukkan bahwa kesempatan ini juga tidak harus benar-benar riil. Lemahnya sistem pengawasan itu cukup ada dalam persepsi pelaku.

Sampai di titik ini, sebesar apapun tekanan atau godaan yang ada dalam diri seseorang, kalau dia tidak dapat melihat adanya kesempatan, maka tidak akan melakukan korupsi. Dan ketiga adalah rasionalisasi (rationalisasi).

Dari berbagai studi dan menemukan bahwa para pelaku selalu punya rasionalisasi untuk setidaknya menipiskan rasa bersalahnya. Misalnya, “saya melakukan ini karena saya tidak digaji secara layak” atau “keuntungan perusahaan terlalu besar dan tidak dibagi secara adil kepada pegawai.

Banyak para pakar menjelaskan penyebab utama terjadinya korupsi menurut Wolfe dan Hermanson adalah capability atau kemampuan. Seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bisa melakukan korupsi.

Meskipun seseorang telah mengalami tekanan atau tergoda insentif, punya kesempatan, dan telah memiliki alasan rasional untuk korupsi, tanpa kemampuan yang memadai, korupsi tidak akan terjadi.

Dari berbagai pandangan tantang korupsi dan upaya pemberantasannya, mengapa korupsi tidak maksimal dilawan di negeri ini.

Begitu juga dengan dorongan dan gerakan sosial keagamaan untuk memberantas korupsi di Indonesia, sekian menguat dan memberikan warning kepada penyelenggara negara.

Maka salah satu dari banyak adigium untuk melawan dan menghapus korupsi di Indonesia dengan lahirnya lembaga negara anti RASUA yakni KPK yang sudah maksimal melakukan pendidikan anti korupsi dan pencegahan korupsi di Indonesia. Salah satu dari banyak jalan itu adalah komitmen melawan korusi dan membasminya.

Membasmi dan Melawan

Untuk meyakinkan bahwa ada upaya dalam melawan korupsi dalam diri pejabat negara, maka sangat diperlukan sebuah kemampuan di sini sangat terkait dengan posisi, kecerdasan/kreatifitas, dan kemampuan persuasi.

Tiga hal ini sangat menentukan mampu tidaknya seseorang melakukan korupsi.Dan bilamana seseorang dengan posisi yang rendah, meskipun menyadari adanya kesempatan melakukan korupsi, tetap tidak dapat melakukannya jika terus ada dalam pengawasan atasan yang jujur.

Makin tinggi posisi seseorang, makin tinggi kemampuannya melihat dan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan korupsi. Begitu juga dengan banyak riset yang menghubungkan antara korupsi dan tingkat pendidikan.

Hal ini sangat wajar karena untuk korupsi, diperlukan kecerdasan dan kreatifitas. Kecerdasan di sini diperlukan untuk melihat peluang, sedangkan kreatifitas diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut dan gabungan keduanya digunakan untuk menutupi perbuatan yang telah dilakukan.

Satu sisi pejabat juga,bisa memaksimalkan Kemampuan persuasi untuk memaksa, menipu, dan menekan orang lain untuk memuluskan rencananya.

Dari rekam cara dan jejak korupsi yang tergambar diaras,maka salah satu dari banyak cara untuk menghindar dari godaan dan penyakit yang bernama nafsu kekuasan dan penguasaan atas kebijakan yang berdampak pada tindakan mengambil hak atau merampas gak orang lain yakni korupsi.

Halaman
123

Berita Terkini