Unsur-unsur yang bersifat subjektif seperti kesalahandengan maksud untuk menyesatkan para penguasa umum ataupun para penanggung.
Dalam tindak pidana pemalsuan bisa dijerat dalam sanksi pidana bersumber pada pasal 268 KUHP.
Merumuskan diantaranya, barang siapa membuat secara palsu ataupun memalsukan surat keterangan dokter tentang ada ataupun tidak adanya penyakit.
Kelemahan ataupun cacat, dengan maksud untuk menyesatkan para penguasa umum ataupun para penanggung, dikenakan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan palsu.
Unsur kesalahan sebagai pertanggungjawaban pidana bukan kesalahan yang bersifat psychologis.
Ataupun kesalahan sebagaimana pada unsur tindak pidana (yang berbentuk kesengajaan ataupun kealpaan).
Unsur kesalahan yang tidak bersifat psychologis ataupun bersifat normatif telah banyak dibahas di dalam doktrin-doktrin hukum pidana.
Selain beberapa sanksi tersebut di atas, DPR RI melalui Komisi IX duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan membahas masalah pemalsuan surat tes Covid-19.
Serta mekanisme pencegahannya, mengingat dampak yang ditimbulkan cukup besar.
DPR RI melalui Komisi IX menawarkan solusi kepada Kementerian Kesehatan, dalam hal pembuatan surat tes Covid-19 harus melalui satu pintu dalam hal penomoran surat.
Setelah itu baru didapatkan nomor konfirmasi yang dapat digunakan dan ditulis dalam surat keterangan tes Covid-19.
Hal ini dilakukan tentunya untuk meminimalisasi tingkat pemalsuan surat tes Covid-19 yang terjadi selama ini.
Mempermudah petugas yang ditempatkan di area moda transportasi melakukan pengecekan keaslian surat tersebut.
Dilakukan dengan cara cukup memasukkan nomor surat tersebut.
Jika memang surat tersebut asli maka sudah terdaftar pada Kementerian Kesehatan.
Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan pemakai Surat tes Covid-19 palsu.
Semoga covid cepat berlalu dan perekonomian semakin membaik.
(*)