Berita Bima

Pordasi Bima Tak Terima SE Penghentian Joki Cilik, Tantang Pemerintah Dialog Terbuka

Penulis: Atina
Editor: Robbyan Abel Ramdhon
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak usia di bawah 10 tahun, menjadi joki cilik di Bima untuk menghidupi perekonomian keluarga.

Menurut dia, sudah banyak yang menggantungkan hidupnya dari roda pacuan khususnya joki cilik.

Adanya pacuan kuda dengan penggunaan joki cilik, ribuan orang bisa mendapatkan pekerjaan.

"Pencari rumput saja, itu digaji. Bisa sampai lima juta per bulan, yang diberikan oleh pemilik kuda. Harusnya pemerintah bersyukur, para pemilik kuda ini turut membuka lapangan pekerjaan," tandas pria yang juga menjabat sebagai camat ini.

Irfan juga menyorot, batas usia yang disebutkan dalam SE Bupati, yakni usia tidak boleh di bawah 18 tahun.

Menurut Irfan hal tersebut tidak memungkinkan, karena untuk pacuan kuda kelas TK hingga kelas C harus menggunakan joki cilik.

"Bayangkan saja, tinggi kuda hanya satu meter sepuluh inci, masa mau gunakan usia 18 tahun? Tidak mungkin. Semua itu berdasarkan kelas, termasuk si joki cilik berdasarkan kelasnya masing-masing," ketus Irfan.

Setelah melihat bunyi SE Bupati Bima, Irfan mengaku secara resmi Pordasi akan bersurat kepada Bupati Bima, agar meninjau kembali SE tersebut.

Bahkan Irfan menantang pemerintah, untuk membuka dialog terbuka terkait dengan penggunaan joki cilik ini.

"Silakan buka dialog terbuka, kita siap dengan argumen kami," pungkasnya.

Sebelumnya, Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri mengeluarkan SE yang menghentikan penggunaan joki cilik pada pacuan kuda di Bima.

Dalam SE juga disebutkan, penggunaan joki cilik melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengeksploitasi anak. (*)

Berita Terkini