Kapal PMI asal NTB Tenggelam

Sulit Cegah PMI Ilegal, Disnakertrans NTB Sebut Konversi Visa Kunjungan Jadi Celah

Penulis: Lalu Helmi
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KORBAN MENINGGAL: Jenazah para PMI korban kapal karam dimasukkan ke dalam ambulans saat tiba di Bandara Internasional Lombok, Rabu 5 Januari 2022.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal (non prosedural) masih marak terjadi.

Tak jarang, praktik tersebut menimbulkan sejumlah masalah, bahkan hingga timbul korban jiwa.

Baik saat pemberangkatan maupun kepulangan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya guna menekan kasus PMI non prosedural.

Namun, kebijakan tersebut belum berjalan maksimal.

Sebab ada sejumlah celah yang masih bisa dimanfaatkan PMI untuk berangkat ke negara tujuan.

"Bagaimana kita mau tegas, ada bottleneck (hambatan) di setiap negara," katanya, saat dikonfirmasi, Jumat (17/6/2022).

Baca juga: Kasus PMI Ilegal di NTB Masih Tinggi, SBMI Dorong Gubernur Zul Bertindak

Sebagai contoh, pengriman PMI tujuan timur tengah sejak 2015 pihaknya telah meminta moratorium untuk menutup sektor domestik.

Namun sekarang, kata Aryadi, terdapat perbedaan peraturan di setiap negara.

"Kalau di negara kita orang berangkat cari kerja harus dengan visa kerja. Tapi di beberapa negara karena dia punya kepentingan orang yang melancong di situ dalam waktu 30 hari dia boleh melakukan konversi visa jadi pekerja," terangnya.

Kasus konversi visa ini lazim terjadi.

Diakui Aryadi, praktik tersebut menimbulkan kerawanan tersendiri, terutama bagi PMI.

"Yang banyak terjadi kasus rata rata begitu, di timur tengah, di Malaysia juga begitu," jelasnya.

Baca juga: Cerita Keluarga PMI yang Tenggelam di Batam, Pamit Minta Doa Selamat Sebelum Naik Kapal

Ketika hal tersebut terjadi, pihaknya tidak bisa berbuat terlalu jauh. Sebab persoalannya bukan di dalam negeri, tetapi di luar negeri.

"Makanya kemarin waktu rapat di Jakarta, di daerah sudah mulai disiplin. Kita koar-koar menghentikan dan tidak memberikan rekomendasi pemberangkatan. Kita sangat selektif memberikan izin. Tapi celahnya pada perbedaan ketentuan antar negara," katanya.

"Kita tidak bisa intervensi negara lain," sambungnya.

Kementerian Luar Negeri, kata Aryadi hanya dapat memberikan imbauan dan bersurat kepada negara yang bersangkutan.

"PMI berangkat dengan visa kunjungan dan diubah menjadi visa kerja, KJRI kita tidak bisa mengintervensi, karena legal di sana," ujarnya.

Pemberangkatan non prosedural selalu merugikan PMI.

Salah satunya pada aspek perjanjian kerja.

"Kontrak kerja antara majikan dan PMI sangat lemah. Bahkan PMI kita ndak tau isi kontrak kerjanya," katanya.

"Makanya kita imbau jangan berangkat secara non prosedural," lanjutnya.

(*)

Berita Terkini