Strategi Distanbun NTB Atasi Mahalnya Harga Cabai Rawit, Pantau Sentra Produksi dan Ulah Tengkulak

Penulis: Jimmy Sucipto
Editor: Wahyu Widiyantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pedagang holtikultura di Pasar Kebon Roek, Ampenan, Kota Mataram, Toni saat melayani pembeli cabai, Rabu (8/6/2022). TribunLombok/Jimmy Sucipto

Permasalahan cabai rawit di Jawa sama seperti di Lombok, dan menyebabkan kelangkaan cabai di Jawa.

Dengan selisih Rp 10 Ribu, petani dan tengkulak cabai di Lombok memilih untuk menjual cabai rawit ke Jawa.

"Mereka mengirimkan cabai rawit menggunakan salah satu jasa pengiriman, dengan harga kirim ditaksir perkarung," ungkapnya.

Fathul pun sempat menegur petani dan tengkulak cabai rawit, agar lebih memenuhi permintaan cabai rawit di lokal.

Ilustrasi. Jelang lebaran harga sejumlah bahan pokok makanan turun, termasuk cabai yang sempat mahal pada awal ramadhan. (TribunLombok.com/Atina)

"Saya sudah sampaikan, selisih Rp 10 Ribu anggap saja bersedekah. Yang penting memenuhi kebutuhan secara lokal dulu," jawab Fathul.

Kondisi harga cabai rawit mencapai Rp 90-100 ribu ini ditaksir akan terus berlangsung hingga dua minggu ke depan.

"Menurut perkiraan, harga cabai akan turun di dua minggu akhir bulan Juni, dengan adanya panen di sentra Pulau Jawa, yaitu di Kediri dan Blitar," jawab Fathul.

Distanbun Provinsi NTB menyusun strategi jangka pendek menurunkan harga cabai rawit, antara lain berkoordinasi dengan BPTP untuk melakukan pemantauan perkembangan OPT, khususnya komoditas cabai di daerah sentra produksi.

Baca juga: Harga Cabai Rawit di Mataram Makin Mahal, Warung Nasi Rela Tak Ambil Untung Demi Jaga Cita Rasa

Kemudian, menyarankan para pelaku usaha agar tidak mengirim/menjual produknya keluar daerah, untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah.

Untuk jangka menengah, Fathul menyarankan petani agar menanam cabai secara swadaya.

Sementara strategi jangka panjangnya berupa usulan program pengembangan cabai untuk tahun berikutnya.

(*)

Berita Terkini