Angka realisasi tersebut, dari target sebesar Rp 751,25 miliar.
Kemudian beberapa Dedy, yang berhasil dibelanjakan sebesar Rp 636 miliar saja.
"Jika dilihat dalam Portal Data DJPK Kemenkeu RI, maka SiLPA nya justru mencapai Rp75 miliar rupiah," ungkap Dedy.
Dedy juga membuka data DAK non fisik, pada lembaran Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu RI.
"Kalau pemda mengatakan, data dari DJPK itu fitnah atau ga valid, ya silahkan ke sesama lembaganya. Yang jelas, DJPK ini akun resmi," tegasnya.
Di situ tercantum lanjut Dedy, penerimaan DAK non fisik sebesar Rp 59,45 miliar dan realisasi sama yakni sebesar Rp 59,45 miliar.
Baca juga: Pegiat Lingkungan Desak Pemulihan Perairan Teluk Bima yang Terdampak Pencemaran Jelly Foam
Baca juga: Mudahkan Penerbitan SKCK, Polres Lombok Tengah Hadirkan Layanan SILAQ, Bisa Via WhatsaApp
Artinya kata Dedy, DAK non fisik sudah terealisasi semua.
"Memang tidak terealisasi belanja, karena non fisik. Tapi keterangannya realisasi cair dan itu sudah 100 persen," jelasnya.
Diakui Dedy, banyak faktor yang menyebabkan SiLPA pada sebuah anggaran.
Seperti pandemi covid-19 selama dua tahun, sehingga tidak secara leluasa daerah membelanjakan anggarannya.
"Tapi ya itu, targetnya juga dilakukan saat pandemi. Secara sadar diprogramkan saat pandemi. Apalagi dua tahun, harusnya sudah ada penyesuaian," sentilnya.
Ia kembali menegaskan, secara umum SiLPA menggambarkan daerah tidak mampu menghabiskan anggaran yang sudah diperoleh.
"Jadi program yang direncanakan, tidak terlaksana semua. Apalagi targetnya lebih dari realisasi, artinya sudah ada mata kegiatannya," pungkas Dedy.
(*)