Apalagi saat ini jelang lebaran, sebagai momentum bagi umat Islam untuk berbagi.
"Mereka sudah pandai mengenal waktu yang menguntungkan atau tidak. Saya yakin setelah lebaran nanti pasti akan berkurang anak jualan kacang ini," ujarnya.
Untuk meminimalisir praktek tersebut, kata Jafar, dibutuhkan peran semua pihak.
Terutama Dinas Sosial, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Sat Pol PP.
"Saya yakin jika empat lembaga ini maksimal berikan edukasi dan razia, pasti akan berkurang," harapnya.
Tidak hanya berikan pembinaan, orang tua mereka juga nantinya akan didata, untuk diberikan bantuan dari pemerintah daerah dan pusat.
"Bisa jadi orang tua anak-anak ini belum dapat bantuan. Mungkin Setelah dapat bantuan nanti, mereka tidak lagi menyuruh anaknya bekerja," tandas Jafar.
Pihak Dinas Sosial (Dinsos), melalui Kabid Limjamsos Abdul Haris tidak menampik belakangan semakin banyak anak yang menjual di setiap lampu merah.
Bahkan juga terlihat di pusat-pusat aktivitas publik lain, seperti alun-alun Serasuba, pasar hingga pelabuhan.
Beberapa kali pembinaan telah dilakukan, bukan hanya pada anak itu saja tapi juga dengan orang tuanya.
"Tapi selang beberapa hari kemudian, muncul lagi," ungkapnya.
Dari hasil pendataan, anak-anak tersebut berasal dari Kabupaten Flores dan Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pihaknya juga telah sampaikan ke pemerintah dua daerah tersebut, meminta agar berikan bimbingan ekstra terhadap warganya.
Namun hingga hari ini mereka tidak kunjung datang.
"Mereka bilang mau ke Kota Bima, ingin lihat warganya. Tapi belum juga datang," pungkas Haris.
(*)