Berita Bima

Puluhan Anak Asal NTT di Kota Bima Dieksploitasi, Modus Jualan Kacang

Penulis: Atina
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak-anak sedang jualan kacang di perempatan lampu merah di jalan Soekarno Hatta Kota Bima beberapa waktu lalu.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Menjelang lebaran, anak yang menjual kacang dan kerupuk di setiap pemberhentian lampu merah di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) semakin banyak.

Pantauan TribunLombok.com, usia anak-anak yang berjualan ini sekira 5 sampai 10 tahun.

Dengan pakaian lusuh dan tubuh yang tidak terurus, mereka mendekati satu persatu pengendara, setiap tanda lampu merah menyala.

Kemudian dengan wajah lugu, mereka menawarkan kacang dan kerupuk yang telah dibungkus dengan kantong plastik.

Harganya Rp 5.000 per satu kantong plastik, yang isinya sangat sedikit dibandingkan dengan takaran aslinya.

Cukup banyak yang membeli, dengan alasan kasihan.

"Kasihan masih kecil-kecil sudah jualan, udah gitu panas-panasan," ujar Eni, seorang pengguna jalan ketika ditemui TribunLombok.com saat membeli.

Baca juga: THR ASN kota Bima Cair Pekan Depan, Pemda Siapkan Anggaran Lebih dari Rp 20 Miliar

Baca juga: Serunya Ngabuburit Sembari Memancing di Dermaga Pelabuhan Bima

Ada juga yang terlihat hanya memberikan uang, tanpa mengambil kacang yang dijajakan oleh anak-anak tersebut.

Biasanya, anak-anak tersebut berjualan mulai dari pagi hingga malam hari.

Bahkan ada beberapa di antaranya, masih terlihat berjualan pada pukul 23.00 WITA.

TribunLombok.com mencoba mendekati dan berbicara dengan anak-anak ini, tapi mereka enggan.

Setiap ditanyai, mereka langsung pergi berlalu menghindari wartawan.

Sementara itu, Plt Kepala DP3A Kota Bima Muhammad Jafar, mengungkap sejumlah fakta yang cukup mencengangkan dari keberadaan anak-anak itu.

Jafar mengatakan, jualan kacang dan kerupuk hanyalah modus untuk mencari belas kasihan warga.

Apalagi saat ini jelang lebaran, sebagai momentum bagi umat Islam untuk berbagi.

"Mereka sudah pandai mengenal waktu yang menguntungkan atau tidak. Saya yakin setelah lebaran nanti pasti akan berkurang anak jualan kacang ini," ujarnya.

Untuk meminimalisir praktek tersebut, kata Jafar, dibutuhkan peran semua pihak.

Terutama Dinas Sosial, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Sat Pol PP.

"Saya yakin jika empat lembaga ini maksimal berikan edukasi dan razia, pasti akan berkurang," harapnya.

Tidak hanya berikan pembinaan, orang tua mereka juga nantinya akan didata, untuk diberikan bantuan dari pemerintah daerah dan pusat.

"Bisa jadi orang tua anak-anak ini belum dapat bantuan. Mungkin Setelah dapat bantuan nanti, mereka tidak lagi menyuruh anaknya bekerja," tandas Jafar.

Pihak Dinas Sosial (Dinsos), melalui Kabid Limjamsos Abdul Haris tidak menampik belakangan semakin banyak anak yang menjual di setiap lampu merah.

Bahkan juga terlihat di pusat-pusat aktivitas publik lain, seperti alun-alun Serasuba, pasar hingga pelabuhan.

Beberapa kali pembinaan telah dilakukan, bukan hanya pada anak itu saja tapi juga dengan orang tuanya.

"Tapi selang beberapa hari kemudian, muncul lagi," ungkapnya.

Dari hasil pendataan, anak-anak tersebut berasal dari Kabupaten Flores dan Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pihaknya juga telah sampaikan ke pemerintah dua daerah tersebut, meminta agar berikan bimbingan ekstra terhadap warganya.

Namun hingga hari ini mereka tidak kunjung datang.

"Mereka bilang mau ke Kota Bima, ingin lihat warganya. Tapi belum juga datang," pungkas Haris.

(*)

Berita Terkini