Aktivis Lingkungan Gelar Aksi Demo Tolak Proyek Seaplane dan Glamping di Kawasan TNGR
Pembangunan yang tidak berbasis pada kajian ilmiah dan partisipasi publik jelas akan memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani.
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ratusan pemdemo yang terdiri dari warga, mahasiswa, aktivis lingkungan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Rabu (9/7/2025).
Ratusan pendemo ini tergabung dalam Aliansi Rinjani Memanggil, Rinjani Bergerak, Koalisi Pecinta Alam, dan Masyarakat Sipil Peduli Rinjani.
Aksi dimulai sejak pukul 09.00 WITA dengan tuntutan utama menghentikan dan membatalkan rencana pembangunan proyek Seaplane dan Glamping yang direncanakan berada di kawasan zona inti Taman Nasional Gunung Rinjani, tepatnya di sekitar Danau Segara Anak.
Dalam orasinya, Koordinator Aksi Wahyu Habbibullah menyebutkan bahwa proyek SeaGlamping dan seaplane sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan.
“Proyek ini tidak hanya merusak ekosistem yang sudah rapuh, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah menjaga kawasan ini selama berabad-abad,” tegas Wahyu di hadapan massa aksi.
Ia menilai jika proyek tersebut tidak didasari kajian yang mendalam, akan sangat rentan merusak alam Rinjani.
“Pembangunan yang tidak berbasis pada kajian ilmiah dan partisipasi publik jelas akan memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani,”
Direktur Eksekutif WALHI NTB, Amri Nuryadin, secara tegas mengkritisi pengelolaan TNGR oleh negara yang dinilai mengesampingkan aspek ekologi.
“Negara tidak memprioritaskan prinsip ekologi dalam pengelolaan kawasan ini. Ini adalah bukti bahwa pengelolaan TNGR gagal memperhatikan aspek lingkungan yang seharusnya dilindungi,” ujar Amri.
Ahmad Junaidi, Ph.D., seorang akademisi dan ahli lingkungan, menyoroti bahwa proyek yang direncanakan justru dapat memperparah degradasi ekosistem.
“Pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menyetujui investasi, terutama di kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi. Jika kita terus mengeksploitasi Rinjani dengan cara yang salah, kita hanya akan menambah kerusakan ekologis yang tak terbalikkan,” tandasnya.
Baca juga: Balai TNGR Tanggapi Penolakan Proyek Seaplane, Pelaku Wisata Desak Kajian Ulang
Aksi tersebut juga diwarnai dengan pertunjukan teatrikal lingkungan yang menggambarkan dampak kerusakan alam akibat eksploitasi wisata. Simbolisasi ini menjadi bentuk perlawanan terhadap komersialisasi yang dianggap semakin mengancam kelestarian kawasan Gunung Rinjani.
Para pengunjuk rasa mendesak agar Kepala Balai TNGR memberikan tanggapan resmi dalam waktu 1x24 jam. Massa juga menyerahkan dokumen kajian dan tuntutan resmi kepada pihak TNGR, sebagai bentuk harapan atas solusi yang berpihak pada pelestarian alam dan masyarakat lokal.
Kasubag TU Balai TNGR, Teguh Rianto, yang menemui massa menyatakan komitmen lembaganya untuk membuka ruang dialog yang inklusif.
“Kami berkomitmen untuk terus membuka ruang dialog yang terbuka, partisipatif, dan berimbang. Perlindungan terhadap Gunung Rinjani adalah tanggung jawab kita semua, dan kami akan berusaha memastikan bahwa pengelolaannya memberikan manfaat jangka panjang bagi alam dan masyarakat,” ujar Teguh di hadapan massa.
Berikut enam tuntutan utama massa aksi:
- Segera hentikan dan batalkan permanen rencana pembangunan proyek SeaGlamping dan seaplane di TNGR, termasuk segala bentuk investasi pariwisata yang berpotensi merusak ekosistem, kualitas air, dan integritas kawasan inti TNGR yang sudah sangat rapuh.
- Evaluasi dan audit total tata kelola TNGR, termasuk zonasi, pendapatan, SOP keselamatan, dan transparansi alokasi dana untuk masyarakat penyangga. Kami menuntut agar hasil audit tersebut dipublikasikan secara terbuka, guna memastikan bahwa pengelolaan TNGR sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
- Lindungi Danau Segara Anak sebagai ruang spiritual dan ekologi, bukan sebagai landasan pesawat atau objek komersial. Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek.
- Publikasikan secara penuh pendapatan dan alokasi dana yang diterima oleh TNGR dari segala bentuk kegiatan pariwisata dan pengelolaan kawasan. Kami mendesak agar transparansi anggaran tersebut diperlihatkan kepada publik, agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana dana tersebut digunakan.
- Transparansi dan revisi zonasi TNGR dengan pendekatan ilmiah yang independen dan partisipatif, yang melibatkan masyarakat lokal, akademisi, serta aktivis lingkungan. Zonasi yang ada seharusnya tidak hanya berpihak pada kepentingan industri pariwisata, tetapi juga pada pelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal.
- Evaluasi seluruh izin pariwisata yang dikeluarkan di kawasan TNGR, termasuk izin untuk warung, ojek, guide, porter, dan operator trekking (TO). Kami mendesak agar seluruh izin tersebut diperiksa kembali dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.