WN Brasil Jatuh di Rinjani

Buntut Kematian Juliana, Menko Yusril Minta Semua Pihak Tak Rusak Hubungan Indonesia-Brasil

Upaya evakuasi memang tidak secepat seperti diharapkan. Penggunaan helikopter tidak dapat dilakukan di medan bertebing di tengah cuaca ekstrem.

Editor: Sirtupillaili
Ahmad Wawan Sugandika/TribunLombok.com
MENKO - Mentri Koordinator Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Yusril Iza Mahendra saat berkunjung ke Kanwil Kemenkumham NTB, Kamis (13/2/2025). 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyerukan semua pihak agar menjaga hubungan baik Indonesia-Brasil.

Hal ini disampaikan terkait insiden kematian Juliana Marins, di Gunung Rinjani, NTB, 21 Juni 2025.

Apalagi, saat ini Presiden Prabowo Subianto sedang menghadiri pertemuan negara-negara anggota BRICS di Brasil.

"Pemerintah Indonesia sangat concern dan berduka atas kematian warga Brasil, Juliana Marins akibat terjatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter di tebing Gunung Rinjani," kata Yusril, dalam keterangan pers yang diterima Tribun Lombok, Jumat (4/7/2025). 

Pemerintah, kata Yusril, menganggap insiden tersebut adalah insiden kecelakaan yang dapat terjadi pada setiap pendaki gunung.

"Apalagi medan Rinjani yang berat dan cuaca ekstrem sedang terjadi saat itu," kata Menko Yusril, dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta.

Pemerintah telah menjelaskan kepada publik insiden tersebut, upaya evakuasi dan otopsi yang dilakukan di sebuah Rumah Sakit di Denpasar. 

Upaya evakuasi memang tidak secepat seperti diharapkan. Penggunaan helikopter tidak dapat dilakukan di medan bertebing di tengah cuaca ekstrem, sebagaimana diharapkan oleh keluarga korban. 

Tebing-tebing dan hutan tropis di Rinjani berbeda dengan tebing-tebing salju di Himalaya. 

Baca juga: Nasib Guide Juliana Marins: Diblacklist Setelah Insiden Maut di Rinjani

Satu-satunya cara adalah evakuasi vertikal secara manual yang dilakukan oleh SAR dan Tim Relawan, sehingga proses evakuasi berjalan tidak secepat  yang diharapkan.

Menurut Yusril, hasil otopsi telah dengan jelas menunjukkan bahwa Juliana Marins meninggal antara 15-30 menit setelah badannya terhempas di bebatuan gunung akibat kerusakan organ dan patah tulang yang parah karena terjatuh dari ketinggian 600 meter itu.

"Pihak keluarga memang mempertanyakan jarak waktu antara saat terjatuh dan kematian, karena mereka berpikir ada keterlambatan datangnya pertolongan, sementara korban diduga masih hidup," katanya.  

"Secara medis, secepat apapun pertolongan datang, upaya untuk menyelamatkan nyawa korban dalam insiden jatuh dari ketinggian seperti itu sangat kecil kemungkinannya dapat dilakukan" kata Yusril. 

Bahwa kemudian keluarga korban minta dilakukan otopsi ulang di Brasil untuk memastikan waktu kematian, Yusril mengatakan, Pemerintah RI mempersilakan dan menghormati keinginan tersebut. 

"Secara teoritis, jika metodologi otopsi dilakukan mengikuti standar forensik yang sama, hasilnya tidak akan jauh berbeda," jelas Yusril.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved