Pembunuhan Istri di Dompu

Trend Kasus Kekerasan Perempuan Tinggi, Pemprov NTB Bentuk FKP2KS

Dinas Kominfotik NTB Yusron menyebut pembentukan FKP2KS ini, menyusul maraknya kasus kekerasan seksual dalam tiga tahun ini.

|
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
pixabay.com
ilustrasi kekerasan terhdap perempuan. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan membentuk Forum Kolaborasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (FKP2KS), buntut maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dalam 3 tahun terkahir. 

Terbaru kasus yang menggemparkan, seorang ibu muda Sri Wahyuningsih (28) tewas di tangan suaminya Syamsudian (31).

Sri ditemukan tewas mengenaskan, dengan tergeletak bersimbah darah di Dusun Nangasia,  Desa Marada, Kecamatan Huu, Kabupaten Dompu.

Data Dinas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, tahun 2022 sebanyak 640 kasus, 2023 sebanyak 607 kasus dan 2024 sebanyak 633 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. 

Kepala Dinas Kominfotik NTB Yusron Hadi mengatakan pembentukan FKP2KS ini, menyusul maraknya kasus kekerasan seksual dalam tiga tahun ini. 

"Ini adalah inisiatif menyikapi berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jadi pak Gubernur mengajak kita diskusi," kata Yusron di kantor Gubernur NTB, Senin (16/6/2025). 

Yusron menjelaskan pembentukan forum itu akan melibatkan beberapa dinas dan stakeholder terkait termasuk Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB. 

"Jadi nanti kami meminta instansi terkait (DP3AP2KB) untuk merumuskan untuk disiapkan payung hukumnya," ujarnya. 

Peran Forum ini Yusron berujar akan melakukan pencegahan maraknya kasus kekerasan seksual dan melakukan antisipasi kepada kelompok rentan terkena kasus kekerasan.

"Semua sudah didiskusikan tadi. Ini tindak lanjut cepat pak Gubernur sebagai bentuk perhatian NTB darurat kasus kekerasan ini," ujarnya. 

Baca juga: Kisah Aira dan Fikra, Yatim Seusai Ibunya Dibunuh sang Ayah di Dompu

Menurut Yusron forum ini juga bakal melibatkan setiap Pemerintah Kabupaten Kota di NTB. Pembentukan forum ini ditargetkan selesai pada awal bulan Juli 2025. 

"Nanti diisi lintas sektor. Mudahan upaya pencegahan ini lebih terkoordinasi dan bisa meminimalisir kasus," katanya. 

Dalam forum itu juga akan memasukkan beberapa unsur yakni dinas, stakeholder terkait, masyarakat, dan juga NGO serta pemerintah anak dan perempuan. "Apakah ada unsur aparat penegak hukum? Kita lihat nanti konsep yang disusun oleh teman-teman," katanya. 

Data KDRT Ditangani Polda NTB

Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati mengatakan, jumlah kasus KDRT yang ditangani Polres jajaran Polda NTB sebanyak 62 kasus. Tujuh kasus sudah selesai ditangani. 

“Tindak kekerasan paling parah sampai berujung hilangnya nyawa pasangan,” ujarnya.  

Tren kasus KDRT ini menurut Puje hampir sama setiap tahunnya, namun dia tidak merincikan angkanya dari tahun ke tahun. 

KDRT terberat terjadi beberapa waktu lalu di Kabupaten Dompu. Dimana seorang suami bernama Syamsudin menghabisi nyawa istrinya hanya karena alasan utang. 

Puje mengatakan, rata-rata kasus KDRT ini disebabkan karena kurangnya kepercayaan terhadap pasangan. 

"Kami belum mendalami sejauh mana latar belakang, tapi dari perkara yang kita tangani ada karena masalah kepercayaan," kata Puje. 

Ia mengatakan, penanganan kasus ini bisa saja selesai sampai tahap persidangan, namun pihak kepolisian juga mendorong kasus-kasus KDRT ringan bisa diselesaikan dengan kekeluargaan.

Minim Anggaran

Peneliti, Lombok Research Center (LRC) Dr. Maharani mengungkapkan, permasalahan anak dan perempuan kerap hanya dibahas tanpa adanya tindak lanjut yang nyata. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang lebih aplikatif melalui dinas yang memiliki kewenangan langsung untuk bertindak.

Maharani menyinggung, NTB masuk dalam provinsi dengan presentase pernikahan anak tertinggi kedua tingkat nasional sebesar 16,59 persen di tahun 2022, 17,32 persen pada tahun 2023 dan 14,96 persen pada tahun 2024.Pernikahan anak meruapakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Maharani memandang, perhatian pemerintah daerah terhadap kelompok rentan perempuan dan anak masih minim, hal itu tercermin dari pos anggaran dalam suatu dinas yang membidangi.

“Tumbuh kembang anak hari ini akan akan menentukan seperti apa masa depan bangsa itu sendiri. Namun, dikarenakan secara politis, isu anak dan perempuan kurang ‘Seksi’ maka kebijakan daerah dan kebijakan pimpinan daerah dalam politik anggaran masih belum berpihak,” ungkap Maharani.

Selama 3 tahun berturut-turut, lanjut Maharani, anggaran untuk Dinas DP3AP2KB  tetap stagnan yaitu tahun 2021 sejumlah Rp29,8 miliar, tahun 2022 juga tetap sama Rp 29,8 miliar dan tahun 2023 juga sama yaitu Rp29,8 milIar. Dana tersebut masih dibagi ke beberapa bidang di Dinas. 

“Khusus untuk pencegahan kekerasan dan perkawinan anak setiap tahunnya berkisar Rp10,2 miliar setiap tahunnya,” beber Mahrani.

Maharani juga menyayangkan, wacana Pemprov NTB yang mau menggabungkan OPD DP3AP2KB dengan Dinas Sosial.

“Ini juga salah satu cerminan, bagaimana pemerintah daerah masih memberikan posrsi perhatian yang kecil kepada perempuan,” ungkap Maharani.

Aktivis Perempuan NTB, Nurjanah turut menanggapi persoalan ini. Ia juga mendesak pemerintah agar memberikan pendampingan yang serius kepada kedua anak Sri Wahyuningsih, korban pembunuhan oleh suaminya.

"Anak yang melihat harus diberikan intervensi khusus mengalami pasti mengalami trauma yang panjang. Seiring waktu dia akan mengerti apa yang terjadi, ini bisa menyebabkan kebencian kepada ayahnya," kata Janah. 

Persoalan perempuan seperti lingkaran setan yang tidak berujung, ia mengatakan setiap masalah yang terjadi melibatkan anak, yang akan menanggung pasti perempuan. 

Dia juga mendorong peran pemerintah desa dalam menangani kasus-kasus seperti ini, menurut Janah pemerintah desa lebih tahu kondisi masyarakat mereka seperti apa. 

Berdasarkan data UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A2PKB), jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak pada semester pertama 2025 mencapai 28 kasus. 

Paling banyak kekerasan phisikis, kemudian hak asuh anak, menyusul ekploitasi anak, kekerasan dalam rumah tangga dan percobaan pernikahan anak.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved