Pernikahan Siswi SMP

Perkawinan Siswa SMP-SMK di Lombok Tengah Dilaporkan ke Polisi, Orang Tua Bisa Terjerat Hukum

Tindak pidana perkawinan anak ini telah melanggar Pasal 10 UU TPKS mengatur tentang tindak pidana pemaksaan perkawinan. Orang tua bisa dijerat hukum.

Penulis: Sinto | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/SINTO
LAPOR PAK - Kolase foto Koordinator Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB, Joko Jumadi (kiri) saat menyerahkan laporan ke Polres Lombok Tengah, Sabtu (24/5/2025). Sementara foto kanan merupakan potongan video pengantin anak yang viral di media sosial. 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) Nusa Tenggara Barat (NTB), Joko Jumadi bersama sejumlah warga melaporkan pernikahan siswi SMP-SMK ke Kepolisian Resor (Polres) Lombok Tengah, Sabtu (24/5/2025). 

Tindakan tersebut diambil setelah viralnya video cara "nyongkolan" pengantin anak di Lombok Tengah. Pasangan pengantin di Bawah umur ini adalah siswi kelas 1 SMP berinisial YL (15) dan siswa kelas 1 SMK berinisial RN (16). 

"Kami melapor ke polisi atas tindak pidana kekerasan seksual dalam bentuk tindak pidana perkawinan anak. Tindak pidana perkawinan anak ini telah melanggar Pasal 10 UU TPKS mengatur tentang tindak pidana pemaksaan perkawinan, di mana orang tua yang memaksa anak untuk menikah dapat dijerat hukuman penjara dan/atau denda," jelas Joko Jumadi, di Polres Lombok Tengah, Sabtu (24/5/2025). 

Joko menyampaikan, pihaknya melaporkan orang tua dari anak-anak tersebut baik orang tua dari pengantin laki-laki maupun perempuan. Pihaknya juga melaporkan semua pihak yang terlibat ikut mengawinkan anak-anak tersebut. 

Dalam pelaporan ini, Joko Jumadi yang juga Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram itu sudah mengantongi bukti-bukti. Mulai dari video-video acara nyongkolan pasangan pengantin yang viral di media sosial. Hingga berbagai pemberitaan terhadap pernikahan anak di bawah umur tersebut. 

Joko menyampaikan, pernikahan yang di bawah tangan ini dapat bermasalah ke depannya. 

"Mulai dari hak anak seperti apa dan bagaimana, jaminan terhadap si perempuannya bagaimana. Kalau nikah sirih kan, sekali cerai udah selesai (tidak mendapatkan hak)," jelas Joko. 

Joko menerangkan, pelaporan ini akan memudahkan proses pendampingan terhadap anak-anaknya termasuk pendampingan psikologis. Bagi Joko, masyarakat banyak yang tidak percaya bahwa ada undang-undang yang melarang perkawinan anak. 

Pihaknya mengingatkan jika perkawinan anak menjadi sumber masalah di NTB khususnya Lombok Tengah. Dengan pelaporan ini, pihaknya akan melakukan pendalaman dan meminta keterangan terhadap anak-anak tersebut. 

"Tapi biar prosesnya berjalan dulu dengan teman-teman kepolisian. Paling ndak ini kita melaporkan dulu baru masuk ke tahap berikutnya. Pelaporan ini  adalah sebagai edukasi kepada masyarakat. Karena pemerintah sudah membuat undang-undang yang melarang perkawinan anak. Tapi selama ini masyarakat tidak percaya," jelas Joko. 

Menyoal adanya upaya pihak desa untuk memisahkan hingga dua kali namun gagal, dia mengatakan bukan jadi alasan. Bisa melalui dispensasi pernikahan. 

"Kan bisa minta izin ke pengadilan ajukan dispensasi, apalagi akad nikah pasangan muda ini tidak resmi," tutup dia.

Diketahui, viral di media sosial video iringan pengantin atau Nyongkolan di Lombok Tengah. Pasalnya, sepasang pengantin tersebut masih anak di bawah umur. 

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved