Polemik Belanja RSUD NTB, Dewan Sebut Ada Masalah pada Tata Kelola Rumah Sakit 

"Hasil audit nantinya harus bisa menjadi bahan untuk melakukan perbaikan oleh gubernur baru," kata Anggota Komisi V DPRD NTB Indra Jaya Usman (IJU).

|
Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
SOROTI BELANJA RS - Anggota Komisi V DPRD NTB Indra Jaya Usman. Ia menyoroti kinerja keuangan RSUD Provinsi NTB dengan kelebihan belanja mencapai Rp193 miliar. Foto utama berita ini diperbarui pukul 12.28, Selasa, (18/2/2025). 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Anggota Komisi V DPRD NTB Indra Jaya Usman (IJU) menanggapi penjelasan Direktur RSUD NTB Lalu Herman Mahaputra terkait kelebihan belanja RSUD Provinsi NTB.

Menurutnya, apa yang disampaikan pihak RSUD NTB semakin menjelaskan adanya permasalahan tata kelola di RSUD Provinsi NTB.

"Jika ada penanganan medis yang klaimnya ditolak BPJS dalam jumlah yang besar, berarti ada indikasi SOP yang tidak berjalan baik," kata IJU, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Lombok, Senin (17/2/2025).

IJU juga mengaku sudah mengecek jumlah piutang BPJS yang masih belum dibayar sekitar Rp55 miliar. Jumlahnya masih jauh dari total kelebihan belanja, bahkan jika dibayarkan BPJS, dari sisi target pendapatan belum sesuai.

Data menunjukkan, kelebihan belanja RSUD terdiri dari belanja obat-obatan senilai Rp46,7 miliar, belanja bahan medis habis pakai Rp35 miliar. 

Belanja alat medis habis pakai Rp4,2 miliar. Tagihan belanja alat dan bahan medis habis pakai ini ada juga yang berbentuk KSO (Kerja Sama Operasi) yang tagihannya mendekati angka Rp50 miliar. 

"Jika klaim BPJS terbayar Rp55 miliar, masih ada sisa utang Rp143 miliar," tandasnya.

Baca juga: Bantah Kelebihan Belanja, Direktur RSUD NTB: Biarlah Rugi Rumah Sakit yang Penting Pasien Sembuh

Seperti yang diungkapkan sebelumnya, soal audit yang harus dilakukan tidak hanya sebatas untuk menjustifikasi agar bisa dibayar, tetapi harus lebih jauh memeriksa.

"Hasil audit nantinya harus bisa menjadi bahan untuk melakukan perbaikan oleh gubernur baru, agar jangan terjadi lagi soal kelebihan belanja dalam jumlah besar. Ini sudah dua tahun terjadi. Jadi harus ada pembenahan," terangnya.

IJU juga menanggapi klaim pihak RSUD NTB soal kelebihan belanja ini konsekuensi dari layanan kesehatan, supaya semua pasien bisa ditangani.

Bagi IJU, justru belanja yang tidak terkendali ini membuat kondisi RSUD NTB terancam. Bahkan informasi yang diperoleh, sejumlah perusahaan sudah memblokir akun belanja RSUP akibat penumpukan utang.

"Infonya saat ini belanja obat dan kebutuhan RSUD NTB kayak beli ecer kemana-mana, karena banyak perusahan sudah blokir belanja," tuturnya.

IJU juga mengaku memperoleh informasi, akibat buruknya kondisi keuangan ini. Pihak RSUD NTB akan melakukan pinjaman bank Rp100 miliar untuk membayar mitra-mitra KSO agar blokir transaksi bisa dibuka. 

"Tahun sebelumnya juga infonya berhutang. Kalau begini kan ada utang di atas utang. Ini soal serius dalam hal tata kelola," bebernya.

Pihak RSUD sebaiknya melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk untuk melakukan efesiensi agar keuangan RSUD membaik. Mana saja item belanja yang bisa diefesiensi, harus mulai kuatkan ikat pinggang. 

"Apa yang kami sampaikan bagian dari upaya mendorong perbaikan tata kelola. Agar penyelenggaraan layanan kesehatan pada RSUD sehat dan prudent," pungkasnya.

Direktur RSUD NTB Sebut Utamakan Pelayanan

lihat fotoBELANJA RSUD - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dr Lalu Herman Mahaputra. Ia membantah ada kelebihan belanja Rp193 miliar.
BELANJA RSUD - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dr Lalu Herman Mahaputra. Ia membantah ada kelebihan belanja Rp193 miliar.

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB membantah tudingan dewan terkait kelebihan belanja hingga Rp193 miliar.  

Direktur RSUD Provinsi NTB dr H Lalu Herman Mahaputra yang dikonfirmasi Tribun Lombok menjelaskan, dia sebenarnya tidak ingin menanggapi isu tersebut, sebab sudah dijelaskan saat rapat dengan komisi-komisi di DPRD NTB

Menurutnya, tidak ada kelebihan belanja atau utang seperti disebutkan dewan. Ini hanya persoalan sudut pandang dan pemahaman terkait persoalan belanja dan pelayanan di RSUD NTB

"Tidak ada masalah itu, hanya masalah pemahaman saja, dan mungkin BPJS masih ada utang di kita dan belum dibayar," kata pria yang akrab Dokter Jack ini, saat dihubungi via telepon, Rabu (12/2/2025). 

"Tidak ada kelebihan belanja, bagaimana mau kelebihan belanja?" tegasnya. 

Ia menjelaskan, yang terjadi selama ini, RSUD Provinsi NTB sudah memberikan pelayanan kepada pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi tidak semua klaim medis langsung dibayar BPJS Kesehatan. Sementara biaya pembelian obat dan alat kesehatan sudah terpakai untuk melayani masyarakat.

Biaya-biaya yang belum dibayar oleh BPJS itu tidak bisa dimasukkan langsung ke dalam pemasukan BLUD. 

"Ditunda (pembayaran klaim) otomatis yang saya catat itu adalah mana yang kira-kira uang riil-nya (uang masuk), kalau belum dibayar nanti akan dicatat setelah dibayar," jelasnya. 

Sehingga menurut Dokter Jack, hal itu tidak ada masalah dan mereka juga sudah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat NTB. 

"Sudah kita diperiksa, tidak ada masalah, itu terhitung sebagai piutang di BPJS," katanya. 

"Jadi kalau kita melayani BPJS, tidak semua apa yang kita layani itu di-acc pembayaranya oleh BPJS, sedangkan kita itu sudah uang keluar untuk belanja untuk obat," jelasnya. 

Lebih lanjut, Dokter Jack menjelaskan, pada saat seorang pasien BPJS butuh penanganan di IGD maka wajib dilayani, pihak rumah sakit tidak mempersulit dengan mengurus administrasi terlebih dahulu. Sehingga biaya pengobatan dalam kasus itu sudah dibelanjakan. 

"Setelah kita melayani, baru kita klaim ke BPJS, ada yang dibayar ada yang tidak, tetapi kita sudah mengeluarkan modal," jelasnya. 

"Orang sakit pasti kita layani, nah belum tentu yang kita layani itu BPJS mau bayar, kalau tidak dibayar tidak mungkin protes ke BPJS, mana yang dibayar BPJS itulah yang kita catat sebagai pendapatan kita, yang tidak dibayar ya sudah, memang kita (wajib) melayani masyarakat," tegasnya. 

Menurutnya, hal itu yang mungkin disebut dewan sebagai kelebihan bayar. "Makanya ini hanya soal pemahaman dan sudut pandang saja," katanya. 

Biaya-biaya yang belum dibayar BPJS tersebut kemudian menjadi piutang dan pasti akan dibayar pada periode selanjutnya. 

"Karana BPJS sendiri defisit, bukan hanya rumah sakit provinsi, semua rumah sakit diutangi sama BPJS," ujarnya. 

Menurut Dokter Jack, pola tersebut dilakukan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan sebagaimana mestinya. Jika tidak, maka akan banyak sekali pasien tidak bisa terlayani. Dia tidak ingin hal itu terjadi. 

"Rumah sakit itu wajib dan pasti melayani, masalah masyarakat punya uang atau tidak itu belakangan. Biar rugi rumah sakit, yang penting pasien itu sembuh. Orang yang tidak punya apa-apa, orang yang miskin, jangan kita bebani lagi," tegasnya.

Menurutnya, hal ini harusnya dipahami juga oleh anggota DPRD NTB. Tapi kalau ada perbedaan pandangan, bagi dia hal itu wajar dan tidak masalah. 

"Melayani orang sakit itu kan butuh biaya untuk beli obat, bayar perawat, bayar dokter, kemudian bayar bahan habis pakai, semua itu dibeli, tidak ada yang didapatkan secara gratis," katanya. 

Ia juga mencontohkan, utang MGPA saat gelaran event MotoGP masih ada sampai sekarang. Mereka melakukan pembayaran secara bertahap, semua piutang itu belum bisa dimasukkan sebagai pendapatan.
 

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved