Berita NTB
Rektor UGR Tolak Pemberian Izin Kelola Tambang, Sebut sebagai Jebakan
Rektor UGR menyebut wacana kampus dapat izin tambang merupakan jebakan untuk membuat perguruan tinggi yang semestinya kritis
Penulis: Toni Hermawan | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Rektor Universitas Gunung Rinjani (UGR), Dr Basri Mulyani menolak wacana Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk perguruan tinggi.
Basri menyebut wacana kampus dapat izin tambang merupakan jebakan untuk membuat perguruan tinggi yang semestinya kritis menjadi bungkam terhadap pemerintah.
Ditegaskannya beberapa alasan kampus harus menolak pemberian WIUP. Mulai dari pengelolaan tambang selama ini selalu berdampak negatif terhadap lingkungan.
"Belum ada rekam jejak tambang memproteksi lingkungan atau melindungi manusia. Sehingga kepercayaan terhadap industri ekstraktif ini merupakan upaya mundur dari spirit pemajuan ilmu pengetahuan, inovasi, dan penemuan," tegas Bari, Kamis (6/2/2025).
Basri juga menyebut wacana pemberian izin konsesi pengelolaa izin itu justru merusak integritas dunia pendidikan dan menghancurkan masa depan bangsa. Hal ini karena orientasi tambang adalah keuntungan.
"Tanpa menghitung biaya sosial maupun biaya lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pertambangan, maka tidak ada Pembangunan berkelanjutan tersebut," tegasnya.
Baca juga: Kunjungi Tambang STM di Dompu, Lalu Iqbal Tekankan Manfaat Maksimal untuk Masyarakat
Ia menilai izin tambang akan merusak marwah kampus sebagai lembaga pendidikan, penelitian dan pengabdian dengan Tri Darmanya. Serta tidak mempertimbangkan hal yang jauh lebih substansial dalam pemajuan ilmu pengetahuan.
Justru, menurut dia, terlibat dalam pragmatisme dan keuntungan seluas-luasnya melalui berbagai bisnis beresiko tinggi, seperti tambang. Karena pertambangan adalah salah satu industri padat modal dengan resiko tinggi, mulai dari finansial, manusia, bahkan lingkungan.
"Dari sisi finansial, perlu modal yang kuat untuk membiayai tahapan studi kelayakan, eksplorasi, konstruksi, eksploitasi, hingga penutupan tambang," keluhnya.
Ia mengkhawatirkan pemberian WIUP akan munculnya konflik kepentingan dalam pengelolaan izin tambang. Konflik kepentingan itu berhubungan dengan perebutan profit, bahkan rusaknya ekologi dan sosial budaya di tengah-tengah masyarakat.
"kampus adalah pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang cukup jauh dari tujuan pengelolaan tambang itu sendiri," tegasnya.
Basri meminta rencana pemberian konsesi pertambangan itu dibatalkan. Sebab perguruan tinggi lebih banyak mendapatkan dampak negatif daripada dampak positif.
Perguruan tinggi di Indonesia diminta memikirkan bersama dampak sosial dan dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pengelolaan tambang.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.