Berita Lombok Utara

Kejati NTB Selidiki Dugaan SPPD Fiktif Anggota DPRD Lombok Utara Periode 2019-2024

Indikasi penerbitan SPPD fiktif DPRD Lombok Utara muncul pada periode 2019-2024

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Plt Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rachmawati. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) menerima laporan terkait dugaan korupsi penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif  anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Utara 2019-2024. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) menerima laporan terkait dugaan korupsi penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif  anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Utara.

Plt Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rachmawati mengatakan, pihaknya melakukan penelusuran terhadap laporan yang disampaikan kelompok masyarakat.

"Laporannya baru kami terima dan ini menjadi atensi kami," kata Ely ditemui di Kejati NTB, Kamis (30/1/2025).

Berdasarkan laporan, dugaan penerbitan SPPD fiktif tersebut muncul pada periode 2019-2024.

Baca juga: Temuan BPK di Setwan Kabupaten Bima Capai Rp 669 Juta, dari Reses Fiktif hingga Penyimpangan SPPD

"Informasi dari pelapornya tidak semua anggota, tetapi hanya oknum saja kami belum tahu tapi tadi dikatakan oknum," jelasnya.

Ely mengatakan laporan terkait kasus yang sama juga pernah masuk di Kejaksaan Negeri Mataram sehingga Kejati akan melakukan koordinasi terlebih dahulu.

Kejari Mataram diketahui menangani kasus SPPD fiktif anggota DPRD Lombok Utara pada tahun 2022. 

Penanganan kasus dengan status penyelidikan.

Tercatat ada 30 anggota legislatif dan tujuh pegawai sekretaris dewan yang namanya diduga tercantum sebagai penerima SPPD fiktif. 

Dugaan SPPD fiktif muncul dalam penerbitan di tahun 2021.

Jumlah anggarannya beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per orang.

Indikasi awal terungkap dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Anggarana SPPD tercatat tidak digunakan sesuai laporan untuk biaya penginapan sehingga menimbulkan kerugian negara Rp186,57 juta.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved