FITRA Ungkap 4 Temuan pada APBD NTB, Belanja Publik Merosot hingga Anggaran Tak Wajar

Hampir seluruh belanja yang terkait dengan pengeluaran pelayanan dan pembangunan mengalami penurunan, sebaliknya alokasi belanja pegawai meningkat.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Direktur FITRA NTB Ramli Ernanda 

FITRA NTB juga menemukan sejumlah alokasi anggaran yang menurut mereka tidak wajar, antara lain:  

(a) Anggaran BTT Rp 170 miliar

Alokasi anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 170 miliar pada APBD Murni 2024 cukup janggal, mengingat tidak terdapat argumentasi yang mendasari. BTT di daerah secara nasional hanya pernah dialokasikan dalam nominal yang besar pada masa penanganan pandemi Covid-19 lalu. Permendari 15 Tahun 2023 sebagai pedoman penyusunan APBD Tahun 2024 juga tidak mengarahkan pemerintah daerah untuk menganggarkan BTT dalam jumlah besar. Begitu pun dengan KUA-PPAS yang dipedomani pemerintah daerah dan DPRD dalam melakukan perencananaan dan pembahasan APBD. 

Anggaran jumbo BTT pada APBD Murni patut diduga sengaja “diparkir” untuk direalokasi pada APBD Perubahan untuk kepentingan tertentu. Anggaran BTT dalam RKPD hanya dialokasikan sebesar Rp 5 miliar. Sementara pada KUA-PPAS 2024 yang disepakati Pemda dan DPRD NTB menjadi Rp 170 miliar, nominal yang jauh lebih besar dibandingkan anggaran penanganan stunting atau belanja modal jalan dan irigasi. Lalu pada perubahan APBD, anggaran BTT malah dipangkas menjadi Rp 4,41 miliar.

(b) Program/Kegiatan Rp 9.000 dan Rp 55.000

Dampak buruk dari pembahasan APBD yang terburu-buru adalah munculnya program/kegiatan dengan nominal anggaran yang aneh. TAPD maupun DPRD NTB tidak menyadari adanya program/kegiatan dengan anggaran sebesar Rp 9000 atau Rp 55.000. Temuan ini mengindikasikan, TAPD maupun DPRD NTB tidak melakukan pembahasan mendalam selama 10 hari pembahasan APBD NTB Tahun 2024.

(c) Hibah dan Bansos tidak wajar

Anggaran hibah dan bantuan sosial yang dialokasikan oleh Pemprov NTB juga beberapa dinilai tidak tepat sasaran. Misalnya, terdapat alokasi hibah uang untuk usaha rumah makan sebesar Rp 200 juta, atau bantuan rumah ibadah dengan nominal Rp 1 miliar. Selain itu, ditemukan juga alamat penerima bantuan tidak jelas, penerima bantuan berulang, dan penerima hanya di wilayah tertentu.

TAHAP PELAKSANAAN

Selain mengkritisi tahap perencanaan, FITRA NTB juga menyoroti bagaimana pelaksanaan APBD NTB tahun 2024. Beberapa temuan antara lain:

1. Realisasi Semester 1

Kinerja realisasi APBD NTB Tahun 2024 semester 1 tergolong baik. Trennya menunjukkan peningkatan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah semester 1 mencapai 47 persen dari target, sedangkan belanja daerah terserap 40,8 persen dari target pada APBD-Murni. 

2. Realisasi Pendapatan Akhir Tahun (Semester 2) 2024 Menurun

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Kinerja realisasi APBD NTB per 1 Januari 2025 lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Realisasi pendapatan daerah mencapai 93,5 persen, sedangkan realisasi belanja daerah mencapai 98,7 persen. 

Dengan capaian ini, kinerja realisasi pendapatan tahun 2024 lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 94,6 persen. Rendahnya realisasi pendapatan ini disebabkan capaian pendapatan retribusi yang tidak mencapai target atau 76,6 persen dari target sebesar Rp 795,58 miliar. Retribusi ini sebagian besar bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan, yang dibayarkan oleh masyarakat yang sakit.

Sektor yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah daerah ke depan adalah kinerja realisasi PAD dan pelaksanaan belanja modal daerah. Meskipun secara umum kinerja realisasi APBD NTB Tahun 2024 tergolong baik, namun pemerintah perlu memprioritaskan perbaikan kinerja PAD dan belanja modal daerah. 

"Pembenahan di dua sektor ini dapat mempercepat penyehatan fiskal daerah sekaligus memberikan daya ungkit bagi perbaikan ekonomi daerah," katanya.

Tren realisasi APBD NTB
Tren realisasi APBD NTB (Dok.Fitra NTB)

Rekomendasi FITRA

Meskipun realisasi APBD tergolong baik, namun dengan kualitas kebijakan anggaran yang belum berpihak pada kepentingan masyarakat dan belum sejalan dengan prioritas pembangunan daerah tahun 2024, sebagaimana temuan-temuan di atas, akan berdampak pada rendahnya efektifitas APBD, khususnya dalam penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat NTB. Target penurunan kemiskinan tahun 2024 di bawah 10 persen akan sulit tercapai.

Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda saat ditemui TribunLombok di ruangan kerjanya pada Jumat, (12/8/2022)
Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda saat ditemui TribunLombok di ruangan kerjanya pada Jumat, (12/8/2022) (TRIBUNLOMBOK.COM/LALU HELMI)

Dalam rangka meningkatkan tata kelola APBD Provinsi NTB yang lebih baik pada tahun-tahun mendatang, berikut beberapa rekomendasi FITRA NTB yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan DPRD NTB:

  1. Pemerintah Provinsi NTB melalui PPID Utama maupun BAPPEDA dan BPKAD menyediakan informasi/dokumen perencanaan anggaran daerah secara tepat waktu melalui website yang mudah diakses. Dokumen tersebut terdiri dari RKPD, Rancangan KUA-PPAS dan KUPA-PPAS, KUA-PPAS dan KUPA-PPAS yang disepakati oleh Gubernur dan DPRD, RAPBD dan RAPBD-P, APBD dan APBD-P, serta APBD Realisasi atau pertanggungjawaban beserta LKPJ Gubernur;
  2. TAPD dan DPRD melaksanakan pembahasan anggaran tepat waktu, sesuai peraturan perundang-undangan, dan agar dilaksanakan dalam waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa.
  3. DPRD NTB menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat untuk memberikan masukan terhadap rancangan KUA-PPAS dan RAPBD melalu konsultasi publik atau pertemuan-pertemuan lainnya, dan
  4. TAPD dan DPRD NTB agar memprioritas anggaran untuk kepentingan masyarakat luas, khususnya masyarakat miskin, dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, dan pembangunan infrastruktur dasar lainnya.
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved