FITRA Ungkap 4 Temuan pada APBD NTB, Belanja Publik Merosot hingga Anggaran Tak Wajar
Hampir seluruh belanja yang terkait dengan pengeluaran pelayanan dan pembangunan mengalami penurunan, sebaliknya alokasi belanja pegawai meningkat.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
APBD yang ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah seharusnya disebarluaskan oleh pemerintah daerah sejak penyusunan Rancangan APBD, pembahasan Rancangan APBD hingga pengundangan Perda APBD, sebagaimana diatur Pasal 92 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Penyebarluasan dimaksudkan untuk memberikan informasi dan memperoleh masukan dari masyarakat dan para pemangku kepentingan," katanya.
Lebih lanjut, UU tersebut mengatur hak masyarakat untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk Perda APBD, baik secara lisan maupun tertulis, melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi, dan/atau seminar, lokakarya, atau diskusi.
"Dalam rangka pemenuhan hak tersebut, pemerintah daerah wajib menyediakan akses Rancangan APBD secara mudah," kata Ramli.
Ketentuan APBD sebagai informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat juga diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi APBD harus dapat diperoleh oleh masyarakat dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
3. Belanja Publik Merosot, Belanja Rutin Aparatur Meningkat

Proyeksi nominal pendapatan daerah pada APD Murni 2024 sangat pesimis dan tidak sesuai dengan potensi riil. Pemprov NTB menetapkan nominal pendapatan daerah sebesar Rp 6,18 triliun, hanya meningkat 0,9 persen atau sebesar Rp 56 miliar dibandingkan APBD Perubahan 2023. Peningkatan ini hanya diproyeksikan dari kontribusi peningkatan PAD sebesar 4 persen dibandingkan target pada APBD Perubahan 2023.
Rendahnya proyeksi pendapatan daerah berimplikasi pada menurunnya alokasi belanja pelayanan dan pembangunan. Nominal belanja daerah diproyeksikan terkontraksi -1,1 persen menjadi Rp 6,11 triliun dibandingkan APBD Perubahan 2023 yang mencapai angka Rp 6,17 triliun.
"Hampir seluruh belanja yang terkait dengan pengeluaran pelayanan dan pembangunan mengalami penurunan, sebaliknya alokasi belanja pegawai meningkat 14,3 persen dan yang lebih fantastis lagi alokasi belanja tidak terduga (BTT) meningkat sangat signifikan menjadi Rp 170 miliar atau sepertiga alokasi belanja modal," ungkap Ramli Ernanda.
Pada APBD Perubahan 2024, target pendapatan terkatrol signifikan yang dikontribusikan oleh peningkatan proyeksi seluruh komponen pendapatan, kecuali Pajak Daerah. Nominal pendapatan daerah diproyeksikan meningkat 8,8 persen atau bertambah Rp 544,9 miliar menjadi Rp 6,72 triliun. Nominal PAD bertambah Rp 203,26 miliar, yang bersumber dari peningkatan proyeksi penerimaan retribusi daerah sebesar Rp 189,77 miliar, Lain-lain PAD meningkat sebesar Rp30,14 miliar, dan pendapatan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 8,8 miliar. Nominal TKD juga bertambah sebesar Rp 340,7 miliar.
Nominal belanja pada APBD Perubahan 2024 juga tumbuh signifikan, namun peningkatan tersebut tidak sepenuhnya diarahkan untuk belanja publik yang secara nominal masih lebih rendah. Target belanja daerah pada APBD Perubahan 2024 juga meningkat tajam sebesar Rp 658,88 miliar atau 10,8 persen dibandingkan proyeksi pada APBD Murni. Peningkatan belanja daerah tersebut diarahkan untuk peningkatan belanja rutin sebesar 12,3 persen menjadi Rp 3,35 triliun, dan belanja publik bertambah sebesar 14,7 persen menjadi Rp 2,39 triliun.
"Dalam 3 tahun terakhir, alokasi belanja publik menyusut signifikan, sementara di sisi lain alokasi belanja rutin terus meningkat bahkan pada tahun 2024 hampir separuh APBD dialokasikan untuk belanja rutin pemerintah daerah," katanya.
Peningkatan nominal belanja publik sebesar 14,7 persen pada APBD Perubahan 2024 belum mampu mendongkrak alokasi belanja pelayanan dan pembangunan tersebut dibandingkan alokasinya tahun-tahun sebelumnya.
Dalam tiga tahun terakhir, alokasi belanja publik terus menurun. Pada tahun 2022, alokasinya sekitar 46,2 persen atau Rp 2,9 triliun dari total APBD. Sementara pada tahun 2024 menyusut menjadi 34,2 persen atau sekitar Rp 2,4 triliun. Sebaliknya, alokasi belanja rutin meningkat signifikan dari 39,3 persen pada tahun 2022 menjadi 48 persen pada tahun 2024.
Lebih lanjut Ramli memaparkan, kecenderungan belanja pemerintah lebih mementingkan belanja pegawai dibandingkan kebutuhan pembangunan terlihat dari beberapa poin temuan, antara lain:
APBD NTB
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
FITRA NTB
Wapres Gibran Tutup Fornas VII 2025, Pembuktian NTB Siap Jadi Tuan Rumah PON 2028 |
![]() |
---|
Respons Gubernur Iqbal Soal Migrasi Sejumlah ASN dari Pemkab Bima ke Pemprov NTB |
![]() |
---|
Delapan Jabatan Kepala OPD Sumbawa Masih Kosong Usai Mutasi Perdana |
![]() |
---|
Daftar Nama Pejabat Sumbawa yang Dimutasi Bupati Jarot Hari Ini |
![]() |
---|
Bupati Sumbawa Jarot Mutasi Perdana Pejabat Eselon II-VI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.