Pilgub NTB 2024

Hasil Survei Fitra NTB November 2024: Warga Ingin Kepala Daerah Prioritaskan 5 Hal Ini

Fitra NTB memetakan temuan-temuan kunci sebagai referensi para kandidat Pilgub NTB 2024 jika terpilih untuk merumuskan kebijakan strategis daerah

|
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Debat perdana Pilgub NTB 2024 digelar Rabu (23/10/2024) di Kota Mataram. Fitra NTB memetakan temuan-temuan kunci sebagai referensi para kandidat Pilgub NTB jika terpilih untuk merumuskan kebijakan strategis daerah. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Perkumpulan Fitra Nusa Tenggara Barat (NTB) telah merampungkan Survei Kepemimpinan Daerah (Supimda) 2024.

Lokasi survei di Kabupaten Lombok Tengah pada 9-12 November 2024. 

Survei dilakukan dengan metode multi-stage random sampling dengan margin of error sebesar 5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Proses pengumpulan data berlangsung pada 9-12 November 2024 melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner online melalui platform Kobotoolbox.

Validasi data dilakukan dengan mencocokkan hasil survei menggunakan geolokasi, foto selfie surveyor dengan responden, dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: Beredar Hasil Survei FITRA NTB November 2024: Zul-Uhel Kuasai Lombok Tengah

Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda saat ditemui TribunLombok di ruangan kerjanya pada Jumat, (12/8/2022)
Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda saat ditemui TribunLombok di ruangan kerjanya pada Jumat, (12/8/2022) (TRIBUNLOMBOK.COM/LALU HELMI)

Direktur Fitra NTB Ramli Ernanda mengatakan, pemetaan bertujuan untuk memetakan isu-isu prioritas warga, potensi kerawanan politik uang, dan preferensi pemilih pada Pilkada 2024. 

Survei ini berhasil memetakan temuan-temuan kunci sebagai referensi para kandidat jika terpilih untuk merumuskan kebijakan strategis daerah 5 tahun mendatang. 

Di sisi lain, temuan tingkat kerawanan politik uang juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga pengawas Pemilu dalam meningkatkan kerja pengawasan untuk mewujudkan Pilkada bersih dan berintegritas.

"Para kandidat dan tim sukses sebaiknya tidak berfokus pada polemik tingkat elektabilitas kandidat masing-masing dari hasil survei kami," jelasnya. 

Baca juga: Caleg Wajib Paham Tata Kelola Anggaran, Fitra NTB Luncurkan Sekolah Politik Anggaran

Menuruntya, justru isu kunci dari hasil survei Fitra NTB yang jauh lebih penting untuk diatensi.

"Mencakup isu prioritas masyarakat dan potensi kerawanan politik uang pada Pilkada 2024 ini," imbuh Ramli. 

Berdasarkan hasil survei Fitra NTB, terdapat 5 isu paling prioritas yang menurut masyarakat Lombok Tengah perlu diprioritaskan kandidat yang mencakup pemenuhan akses dan kualitas layanan sosial dasar.

(1)    Penyediaan lapangan kerja (64,3 persen)
(2)    Peningkatan layanan pendidikan (64 persen)
(3)    Peningkatan layanan kesehatan (63,8 persen)
(4)    Peningkatan infrastruktur jalan (60 persen), dan
(5)    Penyediaan akses air bersih (59,5 persen).

Sebagai tambahan, kelompok pemilih perempuan juga sangat memprioritas pembinaan UMKM (55,4 persen). 

"Sebaiknya para kandidat dan tim sukses berfokus mengampanyekan program unggulan masing-masing secara jelas dan konkret kepada masyarakat untuk 5 isu strategis tersebut," ujarnya. 

Pendekatan ini akan sangat baik bagi para kandidat dan tim pemenangan untuk beradu ide dan gagasan yang konkret dalam memenangkan suara pemilih. 

Hal ini sangat diuntungkan dengan temuan bahwa tipologi pemilih separuhnya tergolong rasional. 

"Misalnya, bagaimana para kandidat akan menciptakan lapangan kerja, atau menyelesaikan persoalan akses air bersih yang masih rendah.

"Akses air bersih yang rendah berdampak pada buruknya kualitas kesehatan masyarakat, serta terkurasnya keuangan rumah tangga miskin karena membeli air dengan harga yang tinggi, khususnya di kawasan pesisir," papar Ramli.

Berdasarkan hasil kajian anggaran sektor air bersih dan sanitasi Fitra NTB Oktober 2024, alokasi anggaran penyediaan air bersih masih sangat kecil.

Di Provinsi NTB, hanya sekitar 0,6 persen dari APBD NTB, dan di Kabupaten Lombok Timur sekitar 1,4 persen dari APBD. 

Dengan alokasi yang terbatas, INPRES 1/2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik akan sulit terealisasi.

Kerawanan Politik Uang

Hasil survei juga memotret praktik politik uang atau membeli suara pemilih (vote buying), baik menggunakan barang maupun uang. 

Selain itu, juga penggunaan fasilitas negara, APBD dan pengerahan ASN untuk kepentingan kandidat tertentu. 

Ramli mengungkap, 10 persen responden menyatakan akan mengubah keputusan politiknya jika diberikan barang atau uang.

"Meskipun angka permintaan (demand) politik uang oleh pemilih tercatat kecil, namun dengan ketatnya persiangan antar kandidat diprediksi sisi penawaran (supply) akan cukup tinggi," urainya.

Bentuk beli suara yang paling banyak diprediksi dalam bentuk uang, berikutnya sembako.

Di sisi lain, angka pemilih yang menganggap politik uang atau membeli suara pemilih sebagai praktik wajar tergolong tinggi, yaitu sekitar 33,75 persen. 

Sementara itu, tingkat kesadaran pemilih untuk melaporkan praktik politik uang atau beli suara oleh kandidat dan timsesnya pada Pilkada serentak 2024 ini sangat rendah (6,25 persen).

"Kami meminta Bawaslu memperketat pengawasan politik uang atau vote buying dengan difokuskan di wilayah-wilayah dengan profil pemilih paling berisiko," kata Ramli.

Kelompok paling berisiko sebagai sasaran politik uang adalah pemilih dengan tingkat pendidikan

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved