Berita NTB

Pernikahan Dini hingga Sanitasi Jadi Penyebab Stunting di NTB

Angka stunting di NTB masih lebih tinggi dibandingkan data nasional, hal tersebut dipengaruhi oleh pola asuh hingga pernikahan dini

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
DOK. RSUD PROVINSI NTB
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi (RSUP) NTB melakukan penyuluhan gizi kepada orang tua atau wali pasien di Poli Anak RSUP NTB, Kamis (25/1/2024). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Angka stunting di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih lebih tinggi dibandingkan data nasional, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola asuh, asupan gizi bahkan usia perkawinan orang tua anak.

Sekertaris Daerah Provinsi NTB mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi stunting, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan angka stunting NTB masih di atas nasional.

Trend perkawinan usia anak yang marak terjadi, kemudian sistem sanitasi yang belum optimal ini menjadi pemicu angka stunting NTB berkisar 24,6 persen pada tahun 2023 berdasarkan data SKI 21,5 persen secara nasional, sementara menurut data E-ppgbm angka stunting NTB sebesar 13,78 persen pada September 2023.

"Saya minta seriusi dinamikanya, jangan sampai kesusahan mencari sekolah favorit kemudian stress menikah dini jadi solusinya," kata Gita, Selasa (29/10/2024).

Selain itu,  hasil penelitian tim evaluasi stunting ditemukan bahwa banyak anak-anak yang stress dengan persoalan, tidak memiliki tempat untuk bercerita lalu memilih untuk menikah.

"Makaknya saya minta di rumah sakit, di sekolah di mana saja buat pojok corner yang diberikan tanda khusus yang menandakan tempat bercerita," jelas Gita.

Dia berharap daerah-daerah di NTB yang memiliki pengalaman menurunkan angka stunting dengan baik, seperti di Kabupaten Sumbawa Barat tetap dipertahankan.

"KSB daerah yang kaya raya bisa investasi di sumber daya manusia, kelebihan anggaran dengan dana bagi hasil bukan digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif seperti membeli mobil saja, sehingga nanti kalau alam sudah habis, SDM unggul," jelasnya.

Penurunan stunting ini juga sebagai hulu untuk mewujudkan mimpi Indonesia 2045.

Kepala Dinas Kesehatan NTB dr Hamzi Fikri mengatakan, melihat hasil evaluasi stunting tersebut, beberapa upaya bisa dilakukan seperti pemberian makanan bergizi, memperbaiki pola asuh hingga pencegahan perkawinan anak.

"Stunting itu persoalan yang kompleks, hilirnya kesehatan, tapi hulunya ini beragam," kata Fikri.

Baca juga: Kota Bima Evaluasi Intervensi Spesifik Stunting

Tim evaluasi stunting Dr Moh Taqqiudin mengatakan hasil penelitian di dua desa yang ada di Lombok yakni Desa Senaru Kabupaten Lombok Utara dan Desa Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur ditemukan penyebab stunting  karena persoalan yang berbeda.

Taqqiudin menjelaskan, jika di Senaru penyebab stunting karena masih tingginya angka pernikahan anak.

"Ini harus menjadi konsen pemerintah bagaimana menyelesaikan pernikahan anak, karena rata-rata yang kami tanya itu menikah diusia 15 tahun," jelasnya.

Sementara di Desa Pringgabaya penyebab angka stunting masih tinggi lantaran sanitasi yang belum baik, seperti pola asuh dan pemberian makanan bergizi.

"Meskipun disana kami temukan ada ibu-ibu yang sering googling makanan sehat untuk anak-anak, waktu kami tanya jawabannya lancar, tapi pada praktiknya ternyata berbeda," jelasnya.

Taqqiudin memilih dua desa tersebut menjadi sample pengentasan stunting lantaran di dua desa tersebut angka stunting masih tinggi.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved