Pilkada NTB

Ummi Rohmi Sambangi Rumah Putih Kadindi, Mi6: Momen Hangat dan Penuh Makna di Tengah Pilkada

Lembaga Kajian Sosial dan Politik NTB, Mi6 menilai kunjungan Jilbab Ijo ke Rumah Putih di Desa Kadindi unya banyak hal yang sangat strategis

Penulis: Toni Hermawan | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
Calon gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah saat mengunjungi Desa Kadindi, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. 

"Dari rumah putih ini, kita bisa lihat betapa pentingnya pelopor, pionir. Dari daerah yang dulunya orang mungkin enggan tinggal di sini, sekarang Kadindi malah bisa menjadi destinasi wisata. Bukan hanya karena potensi SDA saja, tetapi juga keragaman kultur budayanya dan kerukunan Sasambo. Genzy dan millenialNTB bisa meniru banyak contoh baik dari Desa Kadindi," ungkap Didu.

Didu menilai, kunjungan Jilbab  ke Rumah Putih di Desa Kadindi mencerminkan empati dan kepedulian Ummi Rohmi terhadap jasa para perintis Transmigran asal Lombok yang penuh suka duka dan perjuangan yang keras untuk survive sehingga Desa Kadindi bisa seperti saat ini.

"Yang menarik, dalam kunjungannya ke Rumah Putih Desa Kadindi, Hj Sitti Rohmi Djalillah juga menerima cindera mata berupa sebuah buku "Sejarah Kadindi" secara simbolis oleh perwakilan pemuda dan pemudi di Desa itu," kata Didu.

Buku "Sejarah Kadindi dari masa Kesultanan Tambora hingga Pasca Transmigrasi" itu mengupas sejarah kawasan Kadindi di masa lampu. Era transmigrasi di tahun 1970an dan juga tentang sejarah monumen Rumah Putih Kadindi.

Buku terbitan diomedia ini ditulis oleh sejumlah penulis seperti Suparman HMT, SPd., Moh. Zalhairi, MLi., Karyani, M.Pd., Zainuddin, A.Ma., dan Arya Al Kautsar S.Pd.

"Tentu saja Ummi Rohmi mengapresiasi buku Sejarah Kadindi tersebut dan berharap generasi muda bisa menggali sejarah Kadindi dari buku itu," jelasnya.

Bukit Penyesalan dan Dinding Penyelamat

Lebih jauh Didu mengatakan, dalam buku Sejarah Kadindi dari ke sultanan tambora hingga paska transmigrasi ( 2023 )  diceritakan,  bagaimana awal keberadaan kawasan Kadindi, kemudian zaman Kesultanan Tambora, hingga meletusnya Gunung Tambora.

Secara etimologis, nama Desa Kadindi tidak berasal dari fakta geografis keberadaan gunung yang dianggap sebagai dinding karena nama tersebut telah dipakai pada masa kesultanan tambora jauh sebelum letusan gunung tambora , tahun 1815 M.

"Sementara itu secara topografis, Desa Kadindi dikelilingi oleh gunung dan perbukitan seperti Gunung Tambora," imbuh didu

Didu menambahkan masyarakat disana meyakini, punggung Doro Kandindi atau gunung Kadindi itulah yang menyelamatkan kawasan ini dari letusan maha dahsyat Gunung Tambora pada 15 April 1815 silam. Sebuah bencana alam, yang membawa kesuburan untuk kawasan ini dalam kurun puluhan dekade setelahnya.

Bumi subur Kadindi juga mencatat banyak sejarah masa lampau. Misalnya, ada benang merah sejarah antara Kerajaan Makassar dengan Kerajaan Tambora, dan juga Kerajaan Pekat dimana wilayah Kadindi masuk di dalamnya.

Hubungan dagang antara orang Bugis-Makassar dengan orang Tambora dan Pekat sudah terjalin Sejak Abad ke-15.

Hingga, Spellman seorang perwakilan VOC di Makassar mencatat bahwa pada sekitar tahun 1687 di Tambora terdapat beberapa kampong antara lain, Cadinding, Canceeloe, Baraboen, Wawo, Lawasa, Papoenti, Laleekan, Saleepe, Sakeewij, Laewong, Waro, Tanga, Soekon, Toewij, Tompo, caomom dimana Kadindi termasuk di dalamnya.

Pasca amukan maha dasyat Gunung Tambora, kawasan Kadindi mulai dihuni dengan arus perpindahan kelompok masyarakat dari Wera Mbojo karena gagal panen dan ketidakmampuannya membayar pajak di masa kolonial.

Di era kemerdekaan, Kadindi terus berkembang dengan potensi pertanian dan perkebunannya. Namun, walau kaya sumber daya air, masyarakat setempat kesulitan membangun bendungan sederhana dan irigasinya atau disebut Raba Sasa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved