KPK Segel Hotel di Lombok
KPK Sebut Tunggakan Pajak Hotel Bisa Berujung Korupsi, Pemilik Bisa Kena Pidana
Bahkan penundaan pembayaran pajak tersebut bisa masuk ke ranah pidana, karena dianggap menggelapkan pajak yang sudah disetorkan pengunjung hotel.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan keras kepada pengelola hotel yang menunggak pajak di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Korsup KPK Wilayah 5 Dian Patria menjelaskan, penunggakan pembayaran pajak pengunjung oleh pengelola hotel, bisa saja berujung penyitaan dan penyanderaan hotel.
Bahkan penundaan pembayaran pajak tersebut bisa masuk ke ranah pidana, karena dianggap menggelapkan pajak yang sudah disetorkan pengunjung hotel.
"Bisa saja ujung-ujungnya korupsi, kalau di kami masih ada yang bandel, minta Pemda kawal lapor dugaan pidana penggelapan pajak," kata Dian, Sabtu (16/4/2024).
Sehingga untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, KPK bersama Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dalam hal ini Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) mendatangi satu persatu hotel yang memiliki tunggakan pajak tersebut.
Baca juga: Alasan Pemilik Hotel Nunggak Pajak, Terdampak Pandemi Covid-19 hingga Tak Ada Surat Tangihan
Hasilnya sebanyak 14 hotel di Kabupaten Lombok Utara yang berada di kawasan tiga gili, yakni 8 hotel di Gili Trawangan dan 2 hotel di Gili Air terpaksa disegel, namun tetap dibiarkan beroperasi sembari menunggu pelunasan pembayaran pajak.
Sementara empat hotel berbintang yang menunggak pajak juga berada di ruas jalan Senggigi-Pemenang Kabupaten Lombok Utara, salah satunya Hotel Living Asia memiliki tunggakan hingga Rp2,3 miliar.
Sehingga seluruh tunggakan hotel tersebut mencapai Rp 13 miliar, Bappeda Kabupaten Lombok Utara memberikan tenggak waktu pelunasan hingga akhir tahun 2024 ini.
Rata-rata tunggakan hotel-hotel tersebut pada tahun 2020 sampai 2023.
Para pemilik hotel memiliki alasan berbeda-beda mengapa mereka sampai menunggak membayar pajak tersebut, salah satunya disampaikan Accounting Manager Hotel Royal Avilla Dewi Saswaty.
Pihaknya tidak membayar pajak lantaran menunggu surat tagihan dari Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lombok Utara.
"Sebenarnya kita dalam proses bayar, hanya menunggu dari merekanya (Bappeda) akan ada surat tagihan, itu yang belum kita terima sebenarnya, kalau sebelumnya ditagih owner pasti akan proses," kata Dewi, Sabtu (16/3/2024).
Dewi mengaku sebelumnya ada tim dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan penghitungan jumlah pajak yang harus dibayarkan, sehingga pihaknya menunggu surat tagihan tersebut barulah akan membayar pajak.
Dewi juga merasa keberatan dengan penyegelan yang dilakukan KPK, meskipun hotelnya tetap diperbolehkan menerima tamu, namun dia merasa penyegelan tersebut akan berdampak pada jumlah tamu yang menginap.
"Kalau ditempel (segel) seperti berdampak juga sebelumnya kayak belum ada informasi atau apa, sekarang agak sepi tapi akhir bulan kemarin agak ramai kita baru buka ini," jelas Dewi.
Dari catatan Bappeda Lombok Utara, Hotel Royal Avilla memiliki tunggakan Rp 1,9 miliar sepanjang tahun 2023.
Terpisah Accounting Manager Living Asia Novi mengatakan, alasan pihaknya belum membayar tunggakan pajak hotel lantaran, jumlah tamu yang masuk masih sedikit. Ditambah sejak tahun 2020 terdampak pandemi Covid-19.
"Tahun 2022 kami baru bangun kembali, jadi kami sempat tutup dua tahun mungkin semua pelaku wisata tahu bagaimana beratnya bangkit kembali sekarang saja dari 66 kamar hanya sembilan kamar yang terisi," kata Novi.
Novi berharap dengan kondisi yang sekarang Pemerintah Kabupaten Lombok Utara memberikan keringanan pembayaran pajak, sehingga hotel yang menghidupi hampir 80 karyawan tersebut bisa tetap bertahan.
Dalam catatan Bappeda Lombok Utara Living Asia memiliki tunggakan pajak sebesar Rp2,3 miliar.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Lombok Utara Ainal Yakin mengatakan, sebelum melakukan penyegelan pihaknya juga pernah melakukan sosialisasi pada Desember 2023.
"14 hotel ini sebagian ada yang lebih setahun ada yang lebih dua tahun (nuggak). Kalau yang untuk BPK sudah dilakukan kemarin, diberitahukan bahwa KPK juga akan turun, untuk sosialisasi secara khusus bulan Desember 2023," kata Ainal.
Total tunggakan pajak 14 hotel tersebut mencapai Rp 13 miliar lebih, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara memberikan tenggat waktu paling lambat hingga akhir tahun ini untuk menuntaskan tunggakan tersebut.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.