Harapan yang Pupus

Aku mencoba meyakinkan dan memberanikan diri untuk mulai mencintai dia dengan sepenuh hati

pixabay.com
ilustrasi pasangan kekasih. 

Jalan berbeda kami ambil. Aku melanjutkan kuliah. Dia mengurus sapi di rumah. Seperti biasa

Kebiasaan pun tak berubah. Membahas masa depan bersama. Menikah lalu punya rumah.

"Pacaran udah Lima tahun yakali kita gak nikah," tanyaku. Dia menjawab, "Sabar, emang kamu mau makan pake pasir kalau kita nikah sekarang?" jawabnya sambil tertawa.

Setelah penantian panjang akhirnya hari libur kuliah pun tiba.

Aku memutuskan untuk pulang dengan perasaan begitu bergejolak. Ingin sekali bertemu denganya.

Santapan yang disiapkan ibu dan bapak lahap sekali kulahap. Rindu akan rumah aku sampaikan dengan memeluk orang tua dan adikku.

Begitu juga rinduku pada dia. "Hey beby how are you! Can we meet today! I miss you so much."

"I am good and I miss you too, tentu saja kita bisa ketemu. Aku juga lagi gak sibuk," timpalnya.

Tak lama berselang, dia menjemputku sekaligus meminta restu ke orang tuaku untuk mengajakku keluar.

Izin didapat. Kami lalu bergegas mengelilingi tempat pacaran semasa SMA dulu. Juga tempat istimewa kami, Embung Mbual.

Kami selalu menghabiskan waktu bersama di tempat itu. Berbagi cerita, berbagi tawa ataupun duka.

Aku sangat bahagia berada di sampingnya serasa ingin hidup selamanya bersamanya.

aku ingin menghabiskan sepanjang hidupku bersamanya.

Liburan usai. Aku pun kembali ke kesibukanku di perguruan tinggi.

Rupanya itu adalah awal dari nestapa yang menimpaku selanjutnya.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved