Harapan yang Pupus

Aku mencoba meyakinkan dan memberanikan diri untuk mulai mencintai dia dengan sepenuh hati

pixabay.com
ilustrasi pasangan kekasih. 

Oleh: Nurshahifah Fithri

Kisah cintaku dimulai sejak kami masuk kelas 2 SMA. Pada saat itu aku dan dia sering bercanda satu sama lain. Pergi ke kantin pun selalu bersama.

Dia selalu ada di saat aku membutuhkannya, dia memperlakukan aku dengan baik, layaknya seorang putri raja yang ada pada Negeri Dongeng.

Aku sadar mungkin dia lah laki-laki yang selama ini aku idam-idamkan. Kami kebetulan sekelas dan pastinya sangat mudah untuk kami saling berkomunikasi.

Biasanya disaat jam kosong, Kami selalu duduk berdua sembari bercerita tentang hal-hal random.

Seiring berjalannya waktu kami memiliki persaaan satu sma lain. Akhirnya, dia memberanikan diri mengungkapkan perasaannya saat memasuki kelas 3 SMA.

"Sebenarnya aku dari kelas 2 SMA sudah menyukaimu," kata dia dari ujung sambungan telepon.

Aku pun termenung. Aku belum selesai dengan masa lalu. Di sisi lain aku juga sudah tertarik dengannya.

"Aku juga pernah menganggumi saat pertama kali melihatmu, pada saat sedang Matsama sekolah," jawabku jujur.

Yah, memang benar pada saat itu aku sedang punya pacar. Jadi aku cuma bisa menaruh rasa kagum.

Setelah itu dia juga mulai mengatakan hal-hal yang selama ini dia pendam.

"Aku dari dulu memang menyukaimu tetapi aku hanya tidak enak karena mantan pacarmu adalah temanku."

Jawabanku kemudian beralih untuk menjelaskan bahwa aku sudah bukan lagi milik siapa-siapa.

Rupanya hal itu yang membuatnya yakin untuk mengungkapkan perasaannya padaku.

"Sekarang aku tidak mau memendam perasaan ini. Jadi kamu mau nggak kalau kita pacaran?", tanya dia.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved