Limbah Galian C Rusak Pertanian

BREAKING NEWS: Limbah Tambang Galian C Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian di Lombok Timur

Selain itu, terdapat lima desa yang terdampak pencemaran limbah galian C yaitu, Desa Bandok, Tembeng Putek, Tirtanadi Teko, dan Anggareksa.

TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA
Kolase foto (kiri) Muhdar, petani bawang di Desa Tirtanadi, menunjukkan lahan rusak imbas air irigasi yang tercemar tambang galian C, Rabu (8/11/2023). Sementara foto kanan merupakan salah satu kondisi air irigasi yang tercemar tambang galian C. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Ribuan hektar lahan pertanian di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) tercemar limbah tambang galian C.

Seperti tambang Galian C di Desa Memben Baru, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur.

Limbah yang ditimbulkan dari aktivitas tambang Galian C tersebut mencemari Sungai Kokok Tenggek yang merupakan sumber pengairan 3 kecamatan, yakni Kecamatan Pringgabaya, Wanasaba, hingga Labuhan Haji.

Selain itu, terdapat lima desa yang terdampak pencemaran limbah galian C yaitu, Desa Bandok, Tembeng Putek, Tirtanadi Teko, dan Anggareksa.

Total 93 kelompok tani dengan 1.500 hektare luas lahan pertanian terdampak di wilayah ini.

Baca juga: Kaban Bapenda Lombok Timur Minta Pengusaha Tambang Galian C Bayar Pajak Sesuai Ketentuan

Muhdar (39), salah seorang petani asal Desa Tirtanadi, Lombok Timur menuturkan, lahan pertanian miliknya telah tercemar limbah galian C hampir empat tahun.

Pencemaran telah dimulai bahkan sejak tambang galian C di Kecamatan Wanasaba itu dibuka.

Sampai saat ini hasil panen pada lahan miliknya tidak pernah maksimal.

Bahkan sering kali gagal panen sehingga membuat dirinya merugi hingga puluhan juta.

"Karena ini kan kita gunakan air saluran irigasi yang setiap saat bahkan berwarna pekat tercampur sama pasir dan kerikil itu," ucap Muhdar, Rabu (8/11/2023).

Muhdar mengaku telah lama mengadukan persolan ini kepada pemerintah terkait, tetapi tidak pernah ditanggapi sehingga tambang dibiarkan tetap beroperasi.

"Kalau ditotal selama lima tahun ini mungkin kita sudah rugi miliaran rupiah," keluhnya.

Lebih lanjut diceritakannya, selama kurun waktu 4 tahun tambang tersebut beroprasi, dirinya selalu merugi.

Bahkan hanya untuk balik modal saja lumayan sulit.

"Kita kalau masalah untuk itu (untung) enggak pernah selama ada tambang ini, syukur-syukur hanya balik modal saja," katanya.

Dia berharap, pemerintah terkait memperhatikan masyarakat petani dengan cara mengawasi betul aktivitas tambang.

"Jangan sampai pemerintah hanya mengambil keuntungan retribusi dari tambang-tambang itu, sedang mereka tutup mata dengan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan," pungkasnya.

Ditempat terpisah, Sahiri Pekasih di Desa Tirtanadi mengaku, semenjak adanya aktivitas tambang di Wanasaba, air yang mengalir di desa itu berwarna cokelat pekat.

Bahkan kata dia, sering kali air tersebut berbau tanah, dan bercampur dengan lumpur.

"Kalau airnya memang dia cokelat pekat, itu yang digunakan petani mengairi sawahnya setiap tahun," katanya.

Dikatakannya, pihaknya bersama masyarakat sebelumnya kerap kali turun melakukan protes terhadap aktivitas tambang yang kurang pengawasan.

Mereka kata dia, secara enak enaknya mencemari air tempat masyarakat menggantungkan kehidupan mereka tampa memperhatikan dampaknya.

"Kalau protes setiap saat kita lakukan, saat protes memang iya mereka mengembalikan aliran sungai itu seperti biasanya, namun biasanya hanya satu mingguan, setelah itu kembali airnya berwarna keruh," kata Sahiri.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved