Dugaan Korupsi di Kota Bima

Hormati Penyidikan di KPK, Wali Kota Bima M Lutfi: Hukum adalah Panglima

Muhammad Lutfi menghormati proses hukum kasus proyek pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi yang diusut KPK

Dok. Prokopim Kota Bima
Wali Kota Bima Muhammad Lutfi menghormati proses hukum kasus proyek pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi yang diusut KPK. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Wali Kota Bima Muhammad Lutfi menanggapi proses hukum dirinya yang kini sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Antara lain terhadap rangkaian penyidikan KPK dengan pemeriksaan saksi-saksi hingga penggeledahan ruang kerjanya pada Selasa (29/8/2023).

Kepala Dinas Kominfotik Kota Bima Mahfud menjelaskan, Muhammad Lutfi menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

"Beliau (wali kota) taat pada hukum, karena hukum adalah panglima di negara ini," kata Mahfud, melanjutkan pesan Lutfi melalui dirinya.

Pemerintah Kota Bima memohon doa kepada seluruh masyarakat supaya persoalan tersebut segera bisa selesai.

Baca juga: Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Sedang di Luar Daerah saat Ruangannya Digeledah KPK

"Kami (Pemkot Bima) menghormati proses hukum. ASN (diminta) bekerja biasa saja, tidak ada perubahan. Tentatif (agenda kegiatan) dikerjakan juga, semua berjalan seperti biasa saja," katanya.

"Pesan Pak wali, beliau memberikan statement kita harus proaktif, dan ASN bekerja dengan tenang, kita ini negara hukum jadi wajib kita taat pada hukum," kata Mahfud.

Terkait proses penggeledahan oleh KPK, Mahfud menjelaskan, pemeriksaan dilakukan KPK sejak pagi sekitar pukul 08.00 WITA, dan sampai pukul 13.15 WITA pemeriksaan masih berlangsung.

Meski demikian, Mahfud belum bisa memastikan dalam kasus apa KPK melakukan penggeledahan. Sebab dia maupun Lutfi sedang berada di luar daerah.

"Sekarang KPK juga masih melakukan penggeledahan, ruang-ruangan apa yang (diperiksa), karena kebetulan kita juga masih di luar daerah," katanya.

Baca juga: KPK Disebut Tetapkan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Jadi Tersangka Korupsi Proyek dan Gratifikasi

Ditetapkan sebagai Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut sudah menetapkan sebagai tersangka terhadap Wali Kota Bima Muhammad Lutfi.

Penetapan tersangka ini terkait kasus pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan gratifikasi di lingkup Pemkot Bima.

Sumber internal Tribunnews, mengungkap Muhammad Lutfi ditetapkan sebagai tersangka sesuai sangkaan pasal 12 huruf i dan/atau pasal 12B UU RI No20/2001 tentang perubahan atas UU RI No31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Status Wali Kota Bima sudah tersangka. Pasal 12 huruf i dan 12B," kata sumber Tribunnews.com, Selasa (29/8/2023).

Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya giat penggeledahan di kantor Wali Kota Bima, Selasa (29/8/2023).

"Informasi yang kami peroleh, betul hari ini (29/8) ada tim KPK di Kota Bima," kata Ali.

Merujuk Pasal 12 huruf i UU Tipikor berbunyi: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya".

Sementara, Pasal 12B UU Tipikor menyebutkan: "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".

Informasi dihimpun TribunLombok.com, Lutfi diusut atas perannya sebagai kepala daerah terkait pelaksanaan sejumlah proyek di Kota Bima.

Sebelum melakukan penggeledahan, KPK sudah memeriksa sejumlah saksi.

Paling terbaru yakni Kadis PUPR Kota Bima Muhammad Amin pada Jumat (25/8/2023).

Baca juga: Harta Kekayaan Muhammad Lutfi Naik Hampir 2 Kali Lipat, Wali Kota Bima yang Diusut KPK

Selanjutnya, Eks Kepala Pelaksana BPBD Kota Bima Hj Zainab pun telah dimintai keterangannya sebagai saksi.

Menilik ke belakang soal rangkaian penanganan kasus, KPK sebelumnya pernah memeriksa saksi para kontraktor.

Pemeriksaan itu terkait dengan proyek rehabilitas dan rekonstruksi pascabanjir tahun 2019-2021senilai Rp166 miliar.

Proyek itu dikerjakan menggunakan anggaran yang dialokasikan di Dinas PUPR dan BPBD Kota Bima.

Pekerjaan proyek itu antara lain untuk relokasi warga bantaran Sungai Padolo ke 1.025 unit rumah di Kadole dan Oi Fo'o.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved