Kemenkumham NTB

Koordinasi APH dan Pelaksanaan Restorative Justice, Minimalisir Over Kapasitas di Lapas dan Rutan

Ikeu Bachtiar yang merupakan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi NTB menjadi narasumber dalam rapat koordinasi tersebut.

|
Editor: Dion DB Putra
FOTO KANWIL KEMENKUMHAM NTB
Rapat Koordinasi Dilkumjakpol (Pengadilan, Kemenkumham, Kejaksaan, dan Kepolisian) yang diadakan Kanwil Kemenkumham NTB pada Senin 17 Juli 2023. Ikeu Bachtiar yang merupakan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi NTB menjadi narasumber dalam rapat tersebut. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Restorative Justice atau keadilan restoratif merupakan salah satu solusi dalam penanganan overstaying atau over kapasitas tahanan di Lapas maupun rumah tahanan atau rutan.

Demikian disampaikan Ikeu Bachtiar dalam Rapat Koordinasi Dilkumjakpol (Pengadilan, Kemenkumham, Kejaksaan, dan Kepolisian) yang diadakan Kanwil Kemenkumham NTB pada Senin 17 Juli 2023.

Ikeu Bachtiar yang merupakan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi NTB menjadi narasumber dalam rapat koordinasi tersebut.

Koordinasi ini dilakukan untuk optimalisasi terhadap upaya penanganan overstaying tahanan.

Upaya penanganan overstaying tahanan bisa diminimalisir dengan dimaksimalkan koordinasi antara Aparat Penegak Hukum dan dalam hal pemidanaan yang tidak selalu berparadigma penahanan dan pemenjaraan, tetapi bisa melalui penyelesaian alternatif seperti Restorative Justice.

Seperti yang juga disebutkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dalam Simposium Nasional pada 13 April 2023 lalu bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru juga membahas terkait Restorative Justice.

Ini merupakan upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali pendekatan penjara sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum.

Sejalan dengan Kemenkumham, Ikeu menyatakan permasalahan overstaying yang kerap terjadi merupakan akibat dari sistem pemidanaan yang masih mengacu pada hukuman penjara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai diterapkan pada 2026 mendatang diharapkan dapat menekan overstaying secara maksimal.

"Penyelenggaraan Restorative Justice merupakan upaya Kejaksaan dalam upaya penanganan overstaying pada Lapas dan Rutan. Pedoman Nomor 15 tahun 2020 yang berisi penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice, adalah respon positif Kejaksaan yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan hukum saat ini," terang Ikeu.

Restorative Justice merupakan penyelesaian masalah yang melibatkan pelaku, korban dan keluarga korban untuk menyelesaikan permasalahan tanpa melalui pemenjaraan.

Restorative Justice dapat diterapkan untuk perkara dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun, yang juga merupakan perkara pertama pelaku.

Kejaksaan juga memiliki terobosan yaitu Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian pidana tindak narkotika berdasarkan Restorative Justice.

"Ini merupakan respon kejaksaaan terhadap over kapasitas di Lapas dan Rutan, Hanya untuk penyalahgunaan narkotika, korban penyalahgunaan narkotika dan pecandu narkotika. Kami juga berinovasi mendirikan Rumah Restorative Justice di beberapa tempat," demikian Ikeu.

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved