Pengelola Objek Wisata Pantai Sunrise Siap Kerja Sama dengan Komunitas Kuda di Lombok Timur

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Keberadaan kuda di Nusa Tenggara Barat (NTB) saat tidak sepenuhnya mulus.

Masalah yang cukup menarik atensi publik antara lain pacuan kuda yang ditentang karena melibatkan joki anak di bawah umur hingga potensi kemacetan lalu lintas imbas adanya cidomo.

Baca juga: Asyiknya Menikmati Sunset Sambil Menunggang Kuda di Pantai Mapak Kota Mataram

Masyarakat yang memiliki kuda merasakan dampaknya. Khusus di Kabupaten Lombok Timur, sekurangnya  300 orang yang tergabung dalam komunitas pecinta kuda.

Mereka menanti kesempatan dan tempat untuk kembali memanfaatkan kuda yang dimiliki, baik dilibatkan pada objek wisata atau diberikan ruang untuk pacuan.

Harapan itu dilontarkan Anwar (30), mantan joki cilik yang menjadikan kuda sebagai bisnis turun temurun.

"Kita susah sekarang mas, kita punya kuda tapi nggak tahu mau diapakan. Kalau dulu sering kita ikut pacuan kuda, tapi sekarang jarang, apalagi untuk jasa angkutan menggunakan cidomo sudah banyak teman yang merugi dan menjual kuda yang dimilikinya," ujarnya, Sabtu (17/6/2023).

Dikatakannya, objek wisata menjadi salah satu harapannya agar kuda bisa diikutsertakan sebagai daya tarik bagi wisatawan.

Di Lombok Timur, baru satu pantai yang memanfaatkan kuda sebagai bagian dari atraksi wisata, yakni di pantai Kerakat.

Kuda sudah menjadi ikon pantai tersebut. Ada agenda yang diakui pemerintah daerah yakni pacuan kuda yang masuk event Bersin Puasa masyarakat Pohgading Timur, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur.

Anwar berharap, Pantai Sunrise Land Lombok yang menjadi ikon Labuhan Haji bisa menjadi tempat mereka memanfaatkan potensi kuda.

Fery (20), mantan joki cilik juga berharap potensi kuda di NTB kembali dimaksimalkan.

Sebagai joki dia beranggapan menjadi joki bukan atas dasar paksaan, tapi keinginannya sendiri.

Ramainya penolakan terhadap joki cilik justru mematikan sumber penghasilan.

Dia mengaku, pada masa masih aktif sebagai joki, dirinya bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp 1 juta per hari.

"Kita dulu dibayar per satu kali bertanding 100 ribu, dalam satu hari bisa sampai 10 pertandingan, namun sekarang sudah jarang," katanya.

Dia berharap pengelola objek wisata di Lombok Timur mau memanfaatkan potensi kuda di daerah itu.

Di tempat terpisah, pengelola Sunrise Land Lombok Qori' Bayyinaturrosyi menyambut baik harapan anggota komunitas pecinta kuda di Lombok Timur.

Dia membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pecinta kuda itu untuk menjadi bagian dalam menambah warna wisata di Sunrise Land Lombok

Asalkan, kata dia, komunitas pecinta kuda itu bisa bersama sama menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung di pantai Subrise Land Lombok.

Ada beberapa poin yang menjadi penekanan Rosi. Pertama, mengenai pengamanan, harus ada yang bertugas menjaga keamanan.

Ketika para pegiat kuda ini melakukan aksi balapan, pengunjung harus diberikan rasa aman pada areal yang steril.

"Karena lintasan standar untuk pacuan yaitu 500 meter, dan itu harus terjamin keamanannya agar pengunjung yang ada juga merasa aman," katanya.

Dia menjamin, aktivitas para pegiat kuda itu bisa dilakukan, mengingat panjang pantai Sunrise Land Lombok lebih dari 1.800 meter.

Kedua, kata dia, para pegiat kuda ini juga harus menjaga areal pantai Sunrise Land tetap bersih.

"Itu yang utama, mengingat penekanan pertama kita di pantai Sunrise Land Lombok inu adalah kebersihan," ungkapnya.

Rosi juga menganggap kuda menjadi salah satu atraksi wisata yang menjanjikan untuk para pengunjung Sunrise Land Lombok.

Poin penting yang harus dimilikj objek wisata adalah pembaharuan berbagai tawaran fasilitas, atraksi, hingga pengadaan barang dan jasa.

Prinsipnya Rosi siap menjalin kerja sama dengan komunitas kuda yang ada.

"Di pantai Sunrise Land Lombok ada banyak komunitas yang kita fasilitasi. Komunitas drone, komunitas motor, dan komunutas lainnya, karena dasarnya kita adalah objek wisata berbasis komunitas," demikian Rosi. (*)