Ombudsman NTB Bongkar Akal-akalan Tarif Penyeberangan Pelabuhan Kayangan saat Mudik Lebaran 2023

Ombudsman NTB menegaskan praktek penggelembungan tarif penyeberangan tergolong pungutan liar karena tidak sesuai dengan aturan

|
TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA/Dok. Ombudsman NTB
Kolase foto antrean masuk Pelabuhan Kayangan, Pringgabaya, Lombok Timur dan bukti pembayararan tarif penyeberangan secara tunai di loket. 

"Mereka akan memastikan menerapkan transaksi tiket dengan e-money untuk menghindari peristiwa penggelembungan tarif serupa terjadi lagi," beber Dwi.

Transaksi non tunai sudah diterapkan sejak 2021 di Pelabuhan Kayangan sesuai Permenhub No. 19 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tiket Angkutan Penyebrangan Secara Elektronik.

"Dari hasil pemeriksaan tersebut Tim Pemeriksa menyimpulkan penggelembungan tarif penyebrangan oleh Petugas Loket adalah perbuatan maladministrasi," tegasnya.

Ombudsman, kata Dwi, meminta manajemen ASDP Kayangan untuk melakukan evaluasi dan membina seluruh pegawai.

"Khususnya Petugas Loket pembayaran agar pelayanan di Pelabuhan Kayangan lebih baik lagi," tutupnya.

Bantu Penumpang Tak Punya Kartu

Manajemen ASDP Pelabuhan Kayangan mengklarifikasi permainan tarif penyeberangan saat mudik Lebaran 2023 yang diungkap Ombudsman NTB.

Manajer Usaha ASDP Pelabuhan Kayangan Eka Rosi menepis tudingan praktek pungutan liar (Pungli) tarif penyeberangan dimaksud.

Baca juga: Temuan Investigasi Ombudsman NTB Ungkap Alasan Tarif Parkir Mahal di Mandalika Masuk Kategori Pungli

Sejumlah kendaraan antre memasuki dermaga Pelabuhan Kayangan, Pringgabaya, Lombok Timur.
Sejumlah kendaraan antre memasuki dermaga Pelabuhan Kayangan, Pringgabaya, Lombok Timur. (TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA)

Pihaknya pun sudah memberikan klarifikasi kepada tim Ombudsman NTB yang menemukan praktek penggelembungan tarif penyeberangan.

"Tim Ombudsman ke kantor untuk klarifikasi permasalahan pengguna jasa yang bayar lebih dari tarifnya," ucapnya menjawab TribunLombok.com, Minggu (7/6/2023).

Eka meluruskan yang dituduhkan sebagai praktek Pungli tersebut adalah perbantuan petugas untuk pengguna jasa yang tidak memiliki kartu prepaid.

Pemudik yang tidak memiliki kartu Prepaid, kata dia, terkadang dibantu petugas loket dengan menggunakan kartu prepaid petugas.

"Itu murni perbantuan petugas, bukan praktek Pungli Mas. Karena banyak penumpang yang tidak punya kartu prepaid dan banyak yang menolak untuk membeli kartu," jelasnya.

Eka menjelaskan mengenai selisih pembayaran tunai yang disetorkan dengan tarif yang tertera di tiket.

"Setiap top up dikenakan biaya admin Rp 3.000 sehingga jumlah yang dibayarkan pengguna jasa terkadang lebih dari tarif yang tercantum di tiket," urainya.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved