P3MI Nilai Usulan Gubernur NTB Agar Pekerja Migran Bawa Keluarga Tak Realistis
Keinginan Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyetop pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) bila tidak membawa keluarganya dianggap tidak realistis.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Keinginan Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyetop pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) bila tidak membawa keluarganya dianggap tidak realistis.
Tanggapan ini disampaikan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) NTB yang juga owner PT Cipta Rizki Utama H Edy Sofyan.
“Apa yang disampaikan bapak Gubernur tentang PMI harus membawa keluarga, anak dan istri, sebenarnya banyak hal yang semestinya dipertimbangkan, sebelum memberikan pernyataan demikian,” katanya, Jumat (17/2/2023).
Edy Sofyan mengatakan, dia sudah memiliki pengalaman 25 tahun dalam menjalankan usaha pengiriman PMI.
“Saya tidak hanya mengirim, tapi juga setiap bulan saya lihat langsung kondisi para pekerja di lapangan (Malaysia, Red),” paparnya.
Baca juga: Dubes RI Lalu Muhammad Iqbal Berdukacita Atas Meninggalnya Warga Lombok Barat di Turki
Pengalaman yang tidak pendek itu membuatnya memahami latar belakang dan seluk beluk PMI.
Mulai dari alasan berangkat hingga bagaimana kehidupan mereka di negeri rantauan.
“Sehingga kalau membawa keluarga justru mudaratnya yang akan lebih besar daripada manfaatnya,” ulasnya.
Sepanjang pengalaman mengirim PMI ke Malaysia dengan cabang usaha tersebar di Medan, Padang, Bengkulu, Bali, Sulawesi, Sumbawa, Cilacap, Ponorogo dan daerah lain rata-rata yang berstatus sebagai PMI kebanyakan memiliki persoalan ekonomi.
Sehingga kalau alasan penyetopan PMI hanya karena tidak bisa bawa keluarga, justru berbalik dengan kepentingan mereka bekerja untuk memperbaiki ekonomi keluarga.
“Banyak yang menikah usia muda, tapi belum mapan secara ekonomi, lalu tinggal sama orang tua dan kakek-neneknya, kalau mereka tidak bekerja ke luar negeri justru mereka semakin menelantarkan keluarganya,” ujarnya.
Justru keikutsertaan keluarga para pekerja akan menambah beban dan konsentrasi para pekerja.
Mulai dari psikologi saat meninggalkan keluarganya ketika pergi ke ladang hingga pendidikan anak-anaknya.
“Jangan kira pekerja akan tenang meninggalkan keluarganya di tengah komunitas dan karakter warga dari berbagai negara, ada yang dari Nepal, Bangladesh, India, dan lainnya, tentu mereka akan lebih tenang bila keluarganya tetap di sini daripada meninggalkan anak dan istrinya jauh dari pengawasannya selama kerja di ladang,” ujarnya.
Selanjutnya, perusahaan penempatan juga tidak memiliki kewenangan memberikan ruang bagi keluarga pekerja.
“Jangankan keluarganya, pekerja saja begitu lama prosesnya baru perusahaan di Malaysia dapat kuota mendatangkan PMI ke ladangnya."
"Proses imigrasi di Malaysia saat ini semakin ketat, jangan samakan seperti pindah penduduk di dalam satu negara,” ujarnya.
Selain karena alasan pekerja dan perusahaan, warga di Malaysia juga pasti akan bereaksi keras atas rencana itu.
Mereka tidak ingin kedatangan PMI dan keluarganya berakibat pada menyempitnya lahan pemukiman dan kehidupan tata sosial di sana.
“Bandingkan saja dengan kita, bagaimana reaksi kita melihat pekerja asal China datang ke Indonesia, terjadi gelombang protes di mana-mana, itu baru pekerjanya."
"Apalagi kalau sampai mereka juga datang ke Indonesia bawa keluarganya, mereka pasti beraksi keras, saya kira begitu juga di Malaysia,” ujarnya.
Situasi dan reaksi berlebihan warga Malaysia dapat membuat PMI tidak merasa aman dan nyaman selama bekerja.
Hal inilah yang juga menjadi alasan, mudarat membawa keluarga PMI ke Malaysia lebih besar daripada manfaatnya.
“Kalau pak Gubernur melihat banyak masalah keluarga muncul karena ayahnya pergi ke Malaysia, saya pastikan itu dialami oleh PMI ilegal,” ujarnya.
Edy Sopian mencontohkan bagaimana sulitnya para PMI ilegal mengirim uang untuk keluarganya ke tanah air.
Mereka harus pergi ke kota dan ke pelayanan resmi untuk mendapatkan pelayanan tersebut.
“Tapi kalau pergi ke kota mereka bisa ditangkap aparat di sana karena ilegal, jadi wajar kalau akhirnya keluarga muncul masalah. Suaminya tidak pernah memberi nafkah, selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Tapi untuk PMI yang resmi, dipastikan hal itu tidak terjadi.
“Bagaimana mau ada masalah, suaminya secara rutin mengirim Rp4-5 juta per bulan bahkan bisa lebih dari itu, selama saya menangani pengiriman PMI ke perusahaan Sime Darby hal seperti itu tidak pernah terjadi,” tekannya.
Edy Sofyan menilai upaya mengirim keluarga PMI ke Malaysia justru dapat berakibat pemerintah Malaysia beraksi. Antara lain dengan memutus pengiriman dari NTB.
Pada akhirnya, hal itu dapat memicu bertambahnya pengangguran yang dapat berefek pada situasi keamanan daerah.
“Kecuali kita sudah punya solusi lapangan pekerjaan yang luas untuk warga kita yang kebanyakan tidak lulus pendidikan dasar," katanya.
Di Malaysia, kata dia, mereka tidak mementingkan pendidikan, yang penting punya etos kerja yang tinggi dan sehat jasmani rohani, perusahaan siap menerimanya.
Menurutnya, sebaiknya pemerintah fokus membuka lebih luas lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Daripada membuat pernyataan yang tidak produktif.
“Saya setuju ada BLK komunitas itu dan gunakan itu untuk pemberdayaan istri dan anak PMI. Ajari cara berwiraswasta supaya saat suaminya kirim uang bisa digunakan jadi modal usaha,” ujarnya.
Pemprov NTB juga bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak PMI, yang putus sekolah hanya karena persoalan ekonomi.
“Daripada kirim pelajar ke luar negeri atau beri beasiswa pada orang yang tidak tepat, lebih baik pastikan agar anak-anak putus sekolah yang kebanyakan orang tuanya jadi PMI pendidikannya bisa lanjut lagi,” sentilnya.
Sebelumnya, Gubernur NTB Zulkieflimansyah meminta pengiriman PMI dihentikan bila pekerja migran tidak mau membawa keluarganya ke negara tujuan.
Hal itu dikatakannya saat memberikan sambutan di peresmian VVIP Longue PMI di bandara Internasional Lombok.
“Saya sudah ngomong sama Pak Kadis (Disnaker) saya, untuk Malaysia saya tidak akan mengirimkan tenaga kerja dari Lombok atau Sumbawa tanpa didampingi keluarganya (anak-istri). Kita akan setop,” katanya.
(*)
Briptu Rizka Siapkan Langkah Hukum usai Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Suaminya |
![]() |
---|
Jadi Idola Tarkam, King Polo Berharap Lalenta Muda Lombok Terus Berkembang |
![]() |
---|
Perubahan Status Gili Tramena Tunggu Ekspose Gubernur NTB |
![]() |
---|
Dorong Kemandirian UMKM, Gubernur NTB: Harus Bisa Berdiri Sendiri, Bukan Terus Didampingi |
![]() |
---|
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Lebat 3 Hari ke Depan di NTB 20-23 September |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.