Nahdlatul Wathan
Sejarah Nahdlatul Wathan dan NU di Lombok, Maulana Syekh Pernah Jadi Konsulat Nahdlatul Ulama
Sebelum mendirikan Nahdlatul Wathan, Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan Konsulat Nahdlatul Ulama Provinsi Sunda Kecil.
TRIBUNLOMBOK.COM - Sejarah berdirinya Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) berkaitan erat dengan Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah Sunda Kecil (Bali-Nusa Tengagra).
Sebelum mendirikan Nahdlatul Wathan, Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan Konsulat Nahdlatul Ulama Provinsi Sunda Kecil.
Namun dalam perkembangannya, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid melepas jabatan tersebut kemudian mendirikan Nahdlatul Wathan.
Dikutip dari buku "Dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (1908-1997)." yang diterbitkan Dinas Sosial Provinsi NTB, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sejak tahun 1950 tercatat sebagai Konsulat Nahdlatul Ulama Provinsi Sunda Kecil.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid meneruskan pengembangan Nahdlatul Ulama yang dibawa Syeikh Abdul Manan.
Baca juga: Visi Misi dan Tujuan Nahdlatul Wathan, Ikut Membela dan Mempertahankan NKRI
Konsulat merupakan istilah bagi pimpinan pengurus Nahdlatul Ulama di daerah-daerah yang secara administratif belum berkembang pesat.
Posisi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai pimpinan Nahdlatul Ulama membuatnya diangkat menjadi pimpinan Dewan Suriah Partai Masyumi.
Karena pada masa itu Nahdlatul Ulama atau NU masih tergabung dalam Partai Masyumi.
Ketika Nahdlatul Ulama keluar dari Partai Masyumi tahun 1952 dan menjadi Partai Nahdlatul Ulama, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tetap bergabung dengan Partai Masyumi.
Ia kemudian meminta muridnya, alumni Madrasah NWDI yakni Tuan Guru Haji (TGH) Lalu Faisal Abdul Manan untuk menggantikan posisinya sebagai Konsulat Nahdlatul Ulama Sunda Kecil.
Para santri dan jemaahnya juga tetap diminta untuk berkhidmat di Nahdlatul Ulama.
Langkah dan strategi ini diambil seiring dengan konstelasi politik zaman itu.

Tujuannya supaya bisa optimal pemerintahan di Sunda Kecil khususnya Lombok-Sumbawa untuk kemajuan masyarakat.
Sikap ini menunjukkan kedewasaan politik TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang memiliki visi jauh ke depan.
Bagi TGKH M Zainuddin Abdul Madjid pertentangan kelompok Islam dalam Masyumi hingga keluarnya Nahdlatul Ulama tidak baik bagi negara.
Sikap ini juga sesuai prinsip dalam menjalankan dakwah yang selalu disampaikan ke murid-muridnya.
Pertama, ahlak mulia. Kedua, tidak saling menyudutkan pandangan dai yang lain.
Ketiga, saling menghormati sesama mubaligh. Keempat, menghormati objek dakwah.
Kelima, hal ini akan lebih berhasil apabila para dai berpartisipasi aktif dalam politik.
Prinsip yang dijalankan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid inilah yang menjadi kunci dakwah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dengan organisasi Nahdlatul Wathan yang didirikan mendapat tempat di masyarakat.
Sikap ini jugalah yang menjadikan Lombok terbebas dari debat furu’iyah atau khilafiyah yang menimbulkan konflik sesama umat Islam.
Dalam berpolitik, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga memberikan kebebasan kepada muridnya menyalurkan aspirasi politiknya.
Santri dibebaskan menyalurkan aspirasi politiknya lewat partai politik mana saja, asal partai atau lembaga tersebut menegakkan Islam.
Ketika Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Persatuan Islam Tarbiyah (Perti) mendirikan cabang di Lombok, termasuk ketika Nahdlatul Ulama keluar dari Partai masyumi, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga ikut memberikan restu.
Hal ini juga diakui Presiden Abdurrahman Wahid saat Ketua Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (NWDI) TGH Muhammad Zainul Majdi bertamu di Istana Negara, 18 Desember 1999.
Mendirikan Ormas Nahdlatul Wathan (NW)

Masih dikutip dari buku "Dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (1908-1997)."
Organisasi Nahdlatul Wathan, yang selanjutnya disingkat NW, merupakan organisasi sosial kemasyarakatan dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.
Didirikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.
Nahdlatul Wathan dideklarasikan di Pancor, dihadiri pejabat pemerintah daerah Lombok, Pimpinan Partai Masyumi daerah Lombok.
Kemudian pengurus-pengurus cabang madrasah NWDI dan NBDI se-Pulau Lombok, dan para alumni dan santri madrasah NWDI dan NBDI.
Pendirian Nahdlatul Wathan sebagai fase lanjutan bagi perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Secara ideologi dan filosofis, nama ini sama dengan nama madrasah yang didirikan, yakni Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.
Melalui organisasi ini, kemudian menunjukkan bentuk dan upaya penyatuan terhadap common sense masyarakat Islam Nusantara dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini juga sebagai visi futuristik TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, meletakkan konteks perjuangan pada level nasional, dari Lombok untuk Indonesia.
Ada sejumlah faktor yang menjadi faktor pendirian organisasi Nahdlatul Wathan, diantaranya:
1. Perkembangan perjuangan dan cabang-cabang Madrasah NWDI dan NBDI, tahun 1953 tercatat kedua madrasah tersebut telah memiliki 66 cabang yang tersebar di wilayah Pulau Lombok.
2. Meninggalnya Saleh Sungkar membuat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, kehilangan sparing partner dalam perjuangan, namun sekaligus kian matang dalam politik.
Sehingga menjadi babak baru bagi perjuangan dan eksistensi politik nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, organisasi yang didirikan tidak lagi menggunakan embel-embel nama daerah bahkan tidak lagi menaruh kata “Islam”.
3. Adanya desakan para petinggi Partai Masyumi di Jawa yang khawatir melihat gelagat Nahdlatul Ulama yang mulai menyatakan ketidakpuasan.
Jika Nahdlatul Ulama keluar dari Masyumi, maka dikhawatirkan massa pendukung yang ada di Lombok juga akan ikut tercerai berai.
Sehingga massa pendukung yang sebagian besar berada di bawah pengaruh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang menjadi epicentrum politik, harus segera diikat dalam organisasi selain NU, untuk menjadi anggota istimewa.
Selama TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid masih hidup Nahdlatul Wathan melaksanakan 10 kali muktamar.
Dan menempati posisi sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan selama enam periode, sejak 1953-1973.
Kemudian digantikan Haji Jalaluddin untuk periode 1973-1978.
Namun, periode ini tidak ditutup sempurna akibat adanya gejolak internal, sehingga dilakukan Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor yang mengembalikan posisi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Selanjutnya, pada Muktamar 1986, posisi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan digantikan Haji Lalu Gde Wiresantane.
Sedangkan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menempati posisi sebagai Ketua Dewan Mustasyar, dengan jajaran anggota para tuan guru sepuh lainnya.
1. Muktamar I tanggal 22-24 Agustus 1954 di Pancor
2. Muktamar II tanggal 23-26 Maret 1957 di Pancor
3. Muktamar III tanggal 25-27 Januari 1960 di Pancor
4. Muktamar IV tanggal 10-14 Agustus di Pancor
5. Muktamar V tanggal 29 Juli – 1 Agustus 1966 di Pancor
6. Muktamar VI tanggal 24-27 September 1969 Mataram
7. Muktamar VII tanggal 30 November-3 Desember 1973 di Mataram
8. Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor (TGKH)
9. Muktamar VIII tanggal 24-25 Februari 1986 di Pancor (Gde Sentane)
10. Muktamar IX tanggal 3-6 Juli 1991 di Pancor.
(*)
Nahdlatul Wathan (NW)
Nahdlatul Wathan
Nahdlatul Ulama
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
sejarah NWDI
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)
Partai Masyumi
NW Gelar Hadi ke-72 dan Mukernas XV di Mataram, Pengurus Wilayah Se-Indonesia Dipastikan Hadir |
![]() |
---|
PB Nahdlatul Wathan Sikapi Penangkapan Terduga Teroris di Lombok Timur |
![]() |
---|
NW Kecam Serangan Israel ke Gaza Palestina, Serukan Pemimpin Dunia Kedepankan Perdamaian |
![]() |
---|
Ribuan Jemaah Antusias Mengikuti Ngurisan Jelang Perayaan Hultah Madrasah NWDI ke-88 |
![]() |
---|
PB NW Jelaskan Rencana Kehadiran Prabowo dan Presiden Jokowi di Hultah Madrasah NWDI ke-88 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.