Nahdlatul Wathan
Profil TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Pendiri NW dan Pahlawan Nasional dari NTB
Pendiri Nahdlatul Wathan (NW) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok yang patut menjadi panutan anak muda saat ini.
Tiga setengah tahun setelah datangan ke Makkah, sang ibu meninggal dunia.
Kemudian dimakamkan di Ma’lah, Mekkah al-Mukarramah.
Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH Abdul Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya.
Setelah berkeliling tidak kurang dari dua bulan, sampailah TGH Abdul Madjid pada sebuah majelis.
Syekh yang mengajar di tempat tersebut bernama Syaikh Marzuqi, Syaikh keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjdil Haram, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Di sanalah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk belajar.
Dia juga belajar ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Makkah, yakni Syaīkh Muhammad Amin Al-Qutbi.
Pejuang Kemerdekaan

Dikutip dari situs resmi NWDI (nwdi.go.id), tahun 1934, sepulang dari Makkah dia mendirikan pesantren Al-Mujahidin (para pejuang), namanya kental dengan perjuangan melawan kolonial.
Perhatian beliau kepada situasi Lombok saat itu yang masih berjuang melawan penjajah mendorong beliau mendirikan sebuah madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dua tahun setelah mendirikan pesantren.
Penggunaan nama pesantren dan madrasah yang beliau dirikan, sangat kuat mengisyaratkan semangat jihad untuk ummat islam dan kebangkitan bangsa, negeri atau tanah air (Nahdlatul Wathan).
Tujuh tahun kemudian, tepatnya tangagl 21 April 1943, beliau mengambil langkah yang penting yang disebut dengan education for all dengan mendirikan madrasah perempuan pertama.
Sekolah/madrasah ini dinamakan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiya.
Ini merupakan semangat pendidikan emansipatoris agar kaum perempuan, sebagaimana kaum laki-laki, juga bangkit memajukan ummat, negeri dan tanah air.
Sama seperti nama organisasi kemasyarakat yang dia dirikan yaitu Kebangkitan Tanah Air (Nahdlatul Wathan).